Seluruh Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di NTB tak lagi menerima tahanan baru di masa pandemi Covid-19. Pihak Lapas hanya menerima tahanan yang sudah divonis inkrah. Kondisi itu membuat tahanan di ruang tahanan kepolisian makin padat. Lalu apa solusinya?
===

Tindak kriminal meningkat saat pandemi Covid-19. Tetapi, aparat penegak hukum (APH) dilematis. Karena masih tersandera aturan Kemenkumham yang tidak lagi menerima tahanan baru.
Akibatnya, tahanan kepolisian maupun jaksa menumpuk di sel tahanan Polda NTB dan jajarannya. Data Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Dittahti) Polda NTB hingga pertengahan Mei, terdapat 888 tahanan di Polda NTB dan Polres jajaran. ”Yang over kapasitas baru tahanan Polres Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Utara,” kata Dittahti Polda NTB AKBP Rifai.
Dia menyebutkan, sebanyak 344 tahanan merupakan tahanan titipan jaksa. Yang paling banyak tahanan yang menjadi titipan jaksa adalah ruang tahanan Polres Bima Kota. Jumlahnya mencapai 55 tahanan.
Disusul Polresta Mataram sebanyak 46 tahanan, Polres Dompu 37 tahanan, Polres Lobar 35 tahanan, Polda NTB 34 tahanan, Polres Bima 33 tahanan, Polres Sumbawa 35 tahanan, Polres Sumbawa 34 tahanan, Polres Sumbawa Barat 19 tahanan, Polres Lombok Utara 14 tahanan, dan Polres Lombok Timur sebanyak 12 tahanan. ”Semua harus menunggu putusan inkrah baru bisa dipindahkan ke Lapas,” terangnya.
Sementara itu, terkait dengan jaminan makan dan minum tahanan sudah dikoordinasikan dengan pihak Lapas. Setiap penggunaan anggaran khusus tahanan titipan jaksa tetap dilaporkan ke Lapas. ”Semua titipan tahanan jaksa tetap kita berikan pelayanan seperti di Lapas,” jelasnya.
Namun, tidak bisa serta-merta bisa langsung diserahkan ke Lapas. Aturannya, setiap tahanan yang sudah inkrah harus menjalani rapid tes dan Swab terlebih dahulu.
Terpisah, Kejati NTB Nanang Sigit Yulianto mengomentari persoalan tersebut. Dia mengatakan, saat ini tahanan jaksa menumpuk. Sementara, perkara harus jalan terus. ”Mereka tidak bisa diterima Lapas karena adanya pandemi ini,” kata Nanang.
Karena adanya pandemi ini, ada beberapa tahanan yang eksekusinya tertunda. Mau tidak mau, tahanan yang sudah divonis inkrah itu harus dititip di ruang tahanan Polda NTB dan Polres jajarannya. “Kalau kondisinya seperti ini, malah membuat sel tahanan di kepolisian menumpuk,” ujarnya.
Kemenkumham telah mengeluarkan aturan baru, tahanan yang sudah divonis inkrah saja yang boleh diterima Lapas. Namun, dengan catatan harus menjalani rapid tes dan Swab. ”Ini yang menjadi kendala,” jelasnya.
Jaksa selaku eksekutor tidak memiliki anggaran untuk melakukan rapid tes atau swab. Hal itu yang perlu dibicarakan dengan semua pihak agar proses eksekusi terhadap narapidana dapat dieksekusi. ”Kita tidak punya anggaran. Jangankan Swab, untuk rapid tes saja tidak ada,” bebernya.
Perlu dikoordinasikan dengan pemerintah daerah (Pemda) untuk melakukan swab dan rapid tes terhadap tahanan. Karena, Pemda memiliki anggaran untuk proses tersebut. ”Ya, mudahan ada jalan keluar,” harapnya.
Kadiv Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham NTB Dwi Nastiti mengatakan, awalnya memang pihak Lapas tidak menerima tahanan. Tetapi, setelah ada pertimbagan dari pusat, tahanan boleh diterima. ”Tetapi yang sudah vonis inkrah. Sebelum masuk harus menjalani rapid tes dan swab,” kata Nastiti.
Untuk menjalani rapid tes dan swab, Kemenkumham telah berkoordinasi dengan Pemda untuk menjalani rapid tes dan swab. Hal itu untuk memastikan apakah narapidana tersebut tidak terpapar Covid-19.
”Memang kita tidak punya anggaran untuk melakukan tes itu. Makanya kita gandeng Pemda yang memiliki anggaran untuk melakukan tes covid-19,” ungkapnya.
Meski sudah menjalani tes, narapidana tidak bisa langsung masuk ke Lapas. Semua ditampung dulu di Lapas Kuripan yang baru dibangun. ”Kita sudah usulkan ke pusat untuk menjadikan Lapas di Kuripan itu sebagai penampung sementara para tahanan yang akan dieksekusi,” ujarnya.
Mereka akan ditampung di Lapas yang baru dibangun sebagai tempat isolasi diri selama 14 hari. Sesuai standar penanganan Covid-19. ”Kalau sudah 14 hari baru kita pindahkan ke Lapas,” ungkapnya.
Semua itu dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19. ”Bagaimana jika satu warga binaan yang terpapar, penularannya sangat cepat kalau di dalam Lapas. Kita tidak mau ini terjadi,” kata dia. (arl/r2)