MATARAM-Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB menyiapkan upaya hukum banding. Itu terkait dianulirnya hasil audit kerugian negara atas perkara korupsi pengadaan benih jagung tahun 2017 oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Mataram. ”Kita pasti banding,” kata Koordinator Pengawasan Bidang Investigasi BPKP Perwakilan NTB Tukirin, Selasa (10/5).
Saat ini pihaknya masih menunggu petikan putusan dari PN Mataram. Selanjutnya, dianalisa terlebih dahulu. ”Upaya banding juga kita akan koordinasikan dengan BPKP pusat,” ujarnya.
Tukirin enggan mengomentari isi putusan. Karena hal itu bukan ranahnya untuk berkomentar. ”Itu sudah menjadi ketetapan pengadilan,” ujarnya.
Yang pasti untuk menganulir putusan PN Mataram, BPKP akan melakukan banding. Semua perlu pembuktian lagi. ”Ini masih berproses,” kata dia.
Diketahui dalam amar putusan majelis hakim PN Mataram disebutkan, hasil audit terhadap perkara korupsi benih jagung tahun 2017 sebesar Rp 15,433 miliar yang dilakukan BPKP NTB tidak memiliki pembuktian dan kekuatan hukum. Selain itu, pengembalian kerugian negara yang sudah disetorkan Aryanto Prametu sebesar Rp 7,59 miliar yang tidak masuk dalam perhitungan pengganti merupakan perbuatan melawan hukum.
PH Aryanto: BPKP Sudah Terbukti Melakukan PMH
Penasihat hukum (PH) Aryanto Prametu, Emil Siain mengatakan, pihaknya masih menunggu upaya banding dari BPKP. ”Jika mereka melayangkan banding, otomatis kita banding juga,” kata dia.
Menurutnya, ada beberapa amar putusan majelis hakim yang masih ngambang dalam perkara tersebut. Salah satunya mengenai kerugian moril dan materiil.
Dalam petitumnya, Emil meminta kerugian moril dan materiil atas hasil audit yang dilakukan BPKP sebesar Rp 32,5 miliar. Kerugian moril dan materiil yang diderita itu dikabulkan majelis hakim. “Tetapi tidak disebutkan angka nominal seperti petitum yang kami ajukan,” ungkapnya.
Menurut Emil semua sudah terbukti di persidangan. Berdasarkan Peraturan BPKP Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengelolaan Kegiatan Bidang Investigasi menyatakan BPKP tidak boleh melakukan audit kembali setelah ada hasil audit awal yang dilakukan auditor lain. ”Itu aturan dasar BPKP melakukan audit,” bebernya.
Dimana sebelumnya sudah ada muncul temuan dari Itjen Kementerian Pertanian sejumlah Rp 7,59 miliar. Temuan itu pun sudah dikembalikan terdakwa Aryanto Prametu. ”Bukti pengembalian kerugian negara itu sudah tercatat di Itjen Kementan,” jelasnya.
Emil menegaskan, hasil audit itu bersifat pasti. Tidak bisa dua lembaga auditor mengeluarkan hasil audit. “Yang harus digunakan itu adalah hasil temuan dari Itjen Kementan yang meneruskan hasil temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),” ujarnya.
Terkait klaim dari pihak Kejari Mataram yang menyatakan pengembalian temuan kerugian negara berdasarkan audit BPK dibatasi dengan jangka waktu 60 hari itu sifatnya dinamis. Karena ada perjanjian yang dilakukan antara Itjen Kementan bersama kuasa pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen, dan rekanan. ”Sudah diberikan waktu selama dua tahun untuk mengembalikan itu,” tandasnya. (arl/r1)