MATARAM-Tiga terdakwa korupsi dana bantuan sarana produksi (saprodi) dan cetak sawah baru di Kabupaten Bima tahun 2016, masing-masing M Tayeb, mantan kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura (PTPH) Bima; Muhammad, mantan Kabid Rehabilitasi Pengembangan Lahan dan Perlindungan Tanaman (RPL-PT) Dinas PTPH Bima; dan Nur Mayangsari, kasi RPL-PT menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (30/1). Agendanya pembacaan surat dakwaan.
Dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) tergambar jelas dugaan tindakan korupsi yang dilakukan ketiga terdakwa. Mereka diduga memotong dana saprodi untuk para petani di Bima.
“Terdakwa dalam perkara ini tidak menjalankan tugas sesuai petunjuk pelaksana kegiatan sehingga muncul kerugian Rp 5,1 miliar dari total anggaran Rp 14,4 miliar,” kata JPU Sigit membacakan surat dakwaan di hadapan majelis hakim yang diketuai Putu Gde Hariadi.
JPU menguraikan, awalnya Dinas PTPH Bima mendapatkan dana dari Kementerian Pertanian Rp 14,4 miliar. Anggaran itu untuk membantu meningkatkan produksi pangan di Kabupaten Bima.
Ada 241 kelompok tani (poktan) di Kabupaten Bima yang masuk daftar penerima bantuan. Rinciannya Rp 8,9 miliar untuk 158 poktan yang mengelola sawah seluas 4.447 hektare dan Rp 5,5 miliar untuk 83 poktan dengan luas sawah 2.780 hektare. “Penyaluran anggaran dilakukan secara langsung ke rekening perbankan masing-masing poktan,” bebernya.
Pencairan dana dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama Rp 10,3 miliar dan tahap kedua dengan nilai Rp 4,1 miliar. “Anggaran itu telah masuk ke rekening pribadi poktan,” katanya.
Namun, M. Tayeb sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) mengeluarkan perintah untuk menarik dana yang sudah ditransfer ke poktan. Uang tersebut diminta untuk dikumpulkan kembali di Dinas PTPH Kabupaten Bima. “Pengumpulan anggaran yang seharusnya dikelola mandiri oleh masing-masing poktan itu ditarik kembali atas perintah terdakwa M. Tayeb. Penarikan tidak dibuktikan dengan adanya nota penyerahan,” kata Sigit.
Setelah uang terkumpul dari poktan, atas perintah M. Tayeb, Muhammad bersama Nur Mayangsari melakukan pembayaran ke CV Mitra Agro Santosa yang beralamat di Jombang, Jawa Timur. “Penunjukan CV Mitra Agro Santosa sebagai penyedia saprodi juga berada di bawah perintah M. Tayeb. Barang-barang yang dibeli dari perusahaan tersebut antara lain benih padi, pupuk, dan pestisida,” bebernya.
Dalam perjalanannya, ada beberapa item barang yang tidak bisa disediakan CV Mitra Agro Santosa. Sehingga ada yang dibeli dari perusahaan penyedia lokal.
Nur Mayangsari sebagai bawahan Muhammad juga mendapatkan perintah membuat dua nota pesanan saprodi untuk CV Mitra Agro Santosa. Nota pertama dengan nilai Rp 8,9 miliar dan kedua Rp 1,7 miliar. “Jumlah pemesanan pun tidak sesuai dengan luasan sawah milik poktan yang terdaftar dalam petunjuk pelaksanaan,” ujarnya.
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB kerugian negaranya mencapai Rp 5,1 miliar. “Pemesanan barang yang seharusnya diterima petani tidak sesuai,” kata dia.
Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. “Mereka melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Dengan ini terdakwa M. Tayeb sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan tindak pidana korupsi yang memperkaya diri sendiri atau orang lain,” ujarnya. (arl/r1)