Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Berharap mendapat keuntungan justru buntung yang dirasakan. Ini yang menimpa para pekerja dan suplier proyek pembangunan kantor BPS NTB yang belum dibayarkan upah keringat mereka.
————————-

Satu per satu, para pria paro baya itu memasuki ruangan cukup luas di kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB. Belasan jumlahnya. Duduk pada kursi yang telah disiapkan menunggu si empu kantor datang untuk mendengarkan keluhan mereka.
Mereka adalah para pekerja dan suplier proyek pembangunan kantor Badan Pusat Statistik (BPS) NTB. Pada bulan penuh berkah ini menjadi harapan terakhir, untuk mendapatkan solusi dan jawaban atas penantian tak kunjung dibayarkannya upah mereka dari kontraktor PT Trikarya Utama Cendana (TUC) asal Makassar tersebut.
Empat bulan lamanya, upah para tukang dan material pembangunan gedung BPS NTB belum juga dibayarkan. Jumlahnya tak sedikit, Rp 3,5 miliar dari nilai kontrak Rp 10,69 miliar.
“Hak kami belum dibayarkan oleh Direktur PT TUC atas nama M Haris alias Angga. Sementara pihak kontraktor menuntut pekerja harus diselesaikan 3 bulan. Setelah selesai mereka membawa kabur uang kami,” ucap Supplier Mechanical Electrical and plambing (MEP) Syahruddin disela-sela hearing ke Disnakertrans NTB, Senin (4/4/2022).
Pria yang akrab disapa Miq Alex itu menuturkan, awal pembangunan gedung mereka diberi janji-janji manis dari pihak kontraktor. Upah mereka akan terbayarkan setelah pekerjaan selesai. Untuk mengejar target, tak sedikit dari mereka menggadaikan harta berupa mobil dan motor untuk membeli material.
“Kita dijanjikan dengan janji-janji manis kontraktor, bahkan ada kawan kita yang sampai gadai motor, mobil hingga jual rumah,” katanya.
Ia tak menampik, salah satu dari mereka ada yang sampai diceraikan sang istri lantaran upah tak kunjung dibayar sementara rumah dan mobil sudah terlanjur dijual untuk membayar upah tukang lebih dulu.
“Bahkan ada yang saking kagetnya orang tua mereka meninggal, semua akibat uang mereka yang dilarikan kontraktor,” kata Miq Alex.
Tak hanya itu, kerugian materi masing-masing pekerja beragam. Mulai dari ratusan juta hingga miliaran rupiah.
“Ada yang rugi Rp 2,3 miliar, saya Rp 1,2 miliar dan ada yang Rp 800 juta belum dibayarkan,” ucapnya.
Miq Alex menuturkan, kasus ini sudah dilaporkan kepada Polda NTB atas kasus penipuan. Mereka mendesak Polda NTB untuk menangkap dan membawa direktur PT TUC ke NTB dan membayar semua kewajiban perusahaan kepada pekerja dan suplier.
“Kami sudah selesaikan pekerjaan ini hingga 99 persen dan PPK BPS NTB sudah membayar ke rekening PT TUC, tapi orang ini malah kabur,” katanya.
Selain itu, untuk mengelabui pekerja dan supplier, pihak PT TUC memberikan cek kosong dua lembar masing-masing senilai Rp 500 juta dan Rp 2 miliar. “Ternyata setelah dicek itu kosong dan tidak bisa dicairkan,” bebernya.
Pihaknya, sudah berupaya mencari pihak kontraktor ke Gowa Sulawesi Selatan. Setiba disana, alamat kantor PT tersebut tidak ada, ketika bertanya ke beberapa pihak di sana mendapat jawaban tak memuaskan.
Hal miris lainnya yang dirasakan adalah ketika mereka harus mendatangkan 40 pekerja dari Pulau Jawa. Guna mengejar percepatan pembangunan bulan Desember tahun lalu. Namun, akibat hak mereka yang dibawa kabur itu membuat puluhan pekerja tersebut tak dibayarkan sepeser pun. Belum lagi 200 lebih pekerja dari Pulau Lombok.
Pada hearing ini mereka berharap, Gubernur NTB H Zulkieflimansyah melalui Disnakertrans NTB dapat memberikan solusi dan jawaban atas penantian mereka. Sebagai putera daerah mereka tak tahu lagi harus mengadu kemana. Sementara pihak terkait seperti PPK BPS NTB terkesan cuci tangan atas persoalan ini.
“Jika tak ada solusi untuk kami, dengan tegas kami akan membongkar gedung, mengambil kembali material-material yang sudah dipasang, karena itu uang kami,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Disnakertrans NTB I Gede Putu Aryadi mengaku prihatin atas kejadian yang menimpa pekerja lokal di NTB. Ia melihat, dari kontrak tersebut mereka dikontrak secara perseorangan dan dalam aturan tidak diperbolehkan. Namun anehnya, PPK BPS NTB mengetahui tetapi membiarkan hal tersebut.
“Kita koordinasikan dulu, laporkan juga ke Gubernur NTB dari keluhan para pekerja proyek kantor BPS NTB, ini akan lanjut ke Kejati,” imbuhnya.
Menyinggung penggunaan kontraktor dari luar daerah, Aryadi juga sesalkan. Kenapa pihak BPS tidak libatkan kontraktor daerah. Namun jika pembangunan gedung menggunakan APBD tentu diprioritaskan dari pekerja lokal. Lain cerita jika pembangunan bersumber pada APBN.
“Ini perlu dilakukan koordinasi dan klarifikasi semua pihak terkait,” tukasnya. (Lestari Dewi/r10).