PARA guru yang mengajar di SDN-SMPN 6 Satap Bangket Molo, Desa Mekar Sari, Kecamatan Praya Barat patut diacungi jempol. Meski perjuangan untuk sampai ke sekolah sangat berat, mereka tetap semangat untuk mengajar. Berikut ulasannya.
—
PALING telat pukul 06.30 Wita, Lalu Faisal Lukman sudah harus memacu sepeda motornya. Bergegas menuju sekolah tempatnya mengajar. Apalagi lokasi kediamannya di Dasan Baru, Kecamatan Kediri, Lombok Barat menuju SDN-SMPN 6 Satap Bangket Molo di Dusun Panggel, Desa Mekar Sari, Kecamatan Praya Barat, Loteng jaraknya puluhan kilometer (Km).
Bukan itu saja. Pertimbangan dirinya berangkat lebih pagi bukan juga karena ia ingin menghindari kemacetan lalu lintas. Melainkan, medan berat dan terjal yang harus ia tempuh menuju sekolah tersebut.
Faisal sapaan akrabnya, sudah dua tahun ditempatkan untuk mengajar di sekolah satu atap itu. Awal kedatangannya ke sekolah, tak pernah terbesit sedikitpun bakal melintasi medan yang cukup berat untuk memberikan ilmunya kepada ratusan siswa-siswi di sana.
“Kaget juga, kok begini kondisi perjalanan yang harus saya lalui untuk mengajar,” imbuhnya.
Dari lokasi kediamannya, Faisal biasanya menggunakan rute Bypass BIL menuju persimpangan pos polisi Masjid Penujak. Ini kurang lebih hanya memakan waktu kurang dari 30 menit. Sesampainya di persimpangan, Faisal melanjutkan perjalanan menuju kawasan Selong Belanak. Lama waktu yang ia butuhkan juga 30 menit.
Kebanyakan orang berpikir, termasuk dirinya akan menemukan gedung sekolah yang berada di pinggiran pantai. Ternyata tidak. Tepat di ruas jalan menurun Selong Belanak itu ada pertigaan jalan kampung atau desa.
Kondisi jalan 360 derajat berbeda dengan kondisi jalan yang ia lalui sebelumnya. Selain motor atau kendaraan roda dua, kendaraan seperti mobil tidak bisa melintas masuk ke jalan perkampungan.
“Astaga jalannya kok begini, tidak diaspal, masih bebatuan, tanah, bahkan lebih parah lagi,” ujarnya sembari menyeruput kopi hitam di atas meja.
Faisal pun melanjutkan ceritanya. Dari awal masuk jalan kampung menuju sekolah kurang lebih sekitar 4 km. Dia memprediksi akan memakan waktu setengah jam juga. Namun, lebih dari satu jam ia harus berkutat dengan kondisi jalan itu.
Kiri dan kanan jalan masih ada ia temui persawahan. Rumah-rumah warga pun demikian, tapi namanya di kampung jarak satu rumah dengan yang lain saling berjauhan.
Bukan sesekali Faisal harus menginjak rem motor selama perjalanan. Tidak hanya menghindari bebatuan dengan ukuran besar, tetapi sejumlah ekor sapi yang dilepasliarkan warga di sepanjang jalan kampung.
“Jangan heran kalau banyak menemukan ranjau (kotoran sapi) di jalan,” katanya tersipu malu.
Selepas dua kilometer perjalanan meninggalkan perkampungan, Faisal ambil ancang-ancang tancap gas motor matiknya. Jalan yang akan dilalui kali ini adalah jalan menanjak dan cukup curam. Pantas saja hanya motor yang bisa lewati.
Kondisi jalan yang menanjak dan curam itu, membuat pria usia 35 tahun ini meningkatkan kewaspadaan. Bekas rabat jalan belasan tahun lalu sudah hilang tak bersisa. Lengah sedikit saja, ia bisa oleng terjatuh. Bagaimana tidak bagian kiri dan kanan jalan adalah jurang.
“Dan rata-rata hampir semua guru yang mengajar di sekolah ini sudah pernah jatuh saat melintasi jalan itu,” tambahnya.
Jika cuaca sedang cerah, mungkin akan aman-aman saja untuk dilalui. Tetapi ketika musim penghujan tiba, Faisal beserta guru lainnya lebih memilih meninggalkan motornya begitu saja dan berjalan kaki menuju gedung sekolah.
Para guru lebih memilih berjalan kaki, karena kondisi jalan pasti akan licin. Selain bebatuan, tanah berlumpur juga akan menghambat laju motor. Lebih bahaya lagi, perbukitan bisa saja tiba-tiba longsor. Tak jarang para guru wanita akan meninggalkan begitu saja motornya.
“Alhamdulillah-nya di kampung ini sangat aman, meski motor dilepas, tidak akan ada yang ambil. Bahkan jika ada guru yang kesulitan, dilihat warga, mereka tak segan ikut membantu kami mendorong motor,” kata pria yang mengajar mapel Bimbingan Konseling ini.
Benar seperti namanya Dusun Panggel, tambah Faisal, membuat badan terasa pegal-pegal. Tetapi rasa capai dan keringat itu terbayarkan ketika tiba di gedung sekolah dan disambut hangat serta keceriaan para siswa-siswi yang akan menimba ilmu dari guru-guru mereka. (*/r5)