Senin, 5 Juni 2023
Senin, 5 Juni 2023

Mengunjungi Rumah Produksi Keripik Cabai dan Sayur di Desa Pemepek, Loteng

SAYURAN dan buah kerap mendapat penolakan dari anak-anak. Namun di tangan Andhi Hertanto, ia mampu mengubah sayuran dan buah menjadi cemilan olahan pangan yang digemari anak-anak.

—-

Satu per satu motor berdatangan dengan membawa keranjang besar berisikan aneka sayuran. Ada yang membawa hasil panen jamur tiram, bawang bombai, wortel, pisang kepok, cabai merah segar hingga brokoli.

Mereka menuju rumah produksi milik pasangan suami istri (pasutri) Andhi Hertanto bersama Yuli Herawati di Dusun Kebun Sirih, Desa Pemepek, Kecamatan Pringgarata, Loteng. Hasil panen milik petani di sekitar wilayah itu akan disulap menjadi olahan pangan sayuran dan buah berupa keripik atau makanan kecil yang kriuk kriuk.

Pukul 09.00 Wita di rumah produksi itu telah siap belasan karyawan yang akan menyortir sayuran dan buah. Beralaskan terpal yang besar dan bersih, dengan gunungan sayur dan buah di tengah mereka mulai bekerja.

Seperti jamur tiram misalnya, yang masih bagus dan segar berukuran sempurna, dipilah dan dimasukkan ke dalam plastik bening. Jamur tiram yang masih utuh itu memang sengaja tidak diolah karena telah dipesan pelanggan untuk usaha rumah makan dan restoran.

Sedangkan jamur tiram yang lain, meski kondisinya sobek sedikit namun dari sisi kualitas masih sangat bagus disisihkan ke dalam keranjang biru untuk diolah sebagai bahan pembuatan keripik jamur. Proses penyortiran ini bisa selesai menjelang siang, tergantung banyak tidaknya hasil panen petani setempat.

Sebagian karyawan yang lain mendapat tugas berbeda. Membersihkan belasan kilogram cabai merah besar dan bawang bombai. Setelah bersih, cabai dan bawang ini dipotong berukuran sedang untuk dijadikan keripik juga.

Baca Juga :  Pemkab Lombok Tengah Keluhkan PAD Even WSBK Tak Sesuai

“Setelah dipotong-potong, kita campurkan ke dalam racikan adonan tepung kemudian digoreng ke dalam penggorengan berisikan minyak goreng panas. Setelah digoreng, baru kita masukan ke dalam vacuum fryer lanjut ke spinner untuk menghilangkan kandungan minyak,” ujar  Andhi Hertanto di sela-sela kegiatannya.

Bukan tanpa alasan mengapa Andhi memilih berwirausaha olahan pangan aneka sayuran dan buah menjadi keripik. Semua demi sang buah hati yang gemar makan cemilan. Namun cemilan yang beredar di pasaran tentu tidak semua sehat, jika dikonsumsi terus menerus akan berdampak pada kesehatan anak. Baik itu batuk pilek dan sebagainya.

“Terlebih, sayuran dan buah ini kalau dikonsumsi utuh seperti umumnya terkadang ditolak anak. Mereka tidak mau makan sayur dan buah. Kenapa tidak dua hal ini kita coba olah jadi cemilan yang disukai anak-anak, alhamdulillah mereka jadi doyan,” ungkap Andhi.

Memilih sayuran dan buah sebagai olahan pangan, diakui, pria lulusan Sekolah Teknik Menengah (STM) itu karena ketersediaan bahan melimpah di petani maupun pasar. Apalagi ketika harga sayuran dan buah ini terjun bebas di pasaran, salah satu upaya menyelamatkan harga adalah dengan mengolah menjadi cemilan sehat.

“Cabai juga begitu, ketika harganya murah dibiarkan membusuk bahkan tidak dipanen, kasihan petani. Dengan kita olah seperti ini, sedikit tidak membantu petani menjaga harga cabai,” terang pria kelahiran Jakarta itu.

Baca Juga :  Guru Penggerak Siap-siap, 114 Kursi Kasek di Loteng Masih Lowong

Diakui Andhi, cemilan keripik cabai ini adalah hal baru yang dilakukannya dua tahun terakhir. Keripik cabai dengan tampilan cabai utuh berukuran panjang yang dibelah dua itu memberikan sensasi tersendiri bagi penikmatnya. Aroma kulit cabai yang khas, dan rasa pedas tergantung ada tidaknya biji cabai di dalam keripik.

“Daripada bingung Lombok itu apakah cabai atau jalan lurus, kita hadirkan saja keripik cabai utuh, soal mau pedas tidak, bisa request biji cabai mau di buang atau tidak saat akan diolah,” imbuh bapak tiga anak itu.

Untuk menjaga kualitas keripik olahannya, Andhi mengutamakan bahan-bahan premium. Mulai dari tepung terigu, minyak goreng premium, hingga penyedap rasa. “Pernah coba pakai minyak goreng curah, baunya jadi tengik. Bahkan yang minyak goreng premium, saya pilih minyak dengan titik didih maksimal 200 derajat. Tepung pun kita pilih yang premium,” beber pria yang pernah menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) ini.

Hingga kini penikmat cemilan olahan pangan yang diproduksinya mendapat respons positif. Pesanan kerap datang tiap hari, baik untuk dijual kembali atau sebagai oleh-oleh asli Lombok. Terlebih harga keripik sangat terjangkau, kisaran Rp 25 ribu hingga Rp 30 ribu per 500 gram. Omzet pun bisa mencapai Rp 20-25 juta per bulan.

“Yang pesan biasanya dari pelanggan dari pulau Jawa, ada juga datang ke sini langsung untuk dibawa sebagai oleh-oleh,” tukasnya. (ewi/r5)

Berita Terbaru

Paling Sering Dibaca

Subscribe for notification