Kamis, 8 Juni 2023
Kamis, 8 Juni 2023

Mitos Siluman Buaya Labuhan Haji, Keluar Setahun Sekali di Bulan Muharam

Penampakan seekor buaya di pantai Labuhan Haji dikaitkan juga dengan mitos siluman buaya. Cerita rakyat yang dikisahkan secara turun temurun itu dipercaya sebagai pembelajaran. Agar manusia senantiasa menghormati alam, lingkungan, dan mahluk lain yang hidup di sekitarnya.

 

Fatih Kudus Jaelani, Lombok Timur

 

Dengan suara nyaring, Muhir menembangkan sebuah syair lama sebagai pembuka kisah cerita rakyat yang akan dijelaskannya. Jangan heran, Camat Labuhan Haji yang satu ini memang jago nembang. Karena ia dikenal juga sebagai budayawan yang mahir membaca lontar.

Tapi kali ini ia tidak membacakan naskah Sasak kuno seperti anak kidung, puspakerma atau sinom srinata. Melainkan sebuah mitos tentang siluman buaya yang diceritakan turun temurun oleh orang tua di Kecamatan Labuhan Haji.

Ceritanya, ada siluman buaya yang tinggal di Menanga Sugian. Dalam bahasa sasak, ia dikenal dengan nama raja bebaloq. Raja bebaloq atau buaya ini konon memiliki banyak istri. “Istri ke empatnya ada di Labuhan Haji ini,” kata Muhir.

Baca Juga :  Pospeda 2022 Lotim Dipusatkan di Ponpes Baiturrahim Kabar

Di Korleko, masyarakat sekitar mengenal tentang adanya Srigading. Sedangkan di Labuhan Haji ada Menanga Merunggek, Menanga Labuaji, dan Menanga Paok. Konon, buaya merunggek adalah buaya yang kenal pemarah, pencemburu, dan galak.

Setiap tahun, siluman buaya ini pergi mengunjungi istri-istrinya. Kata Muhir, hal itu dilakukan pada setiap bulan Muharam. Dari mitos itu, para orang tua di sana pasti sudah mafhum dengan penampakan buaya yang sempat menggegerkan warga. “Memang cerita rakyat ini sudah mengakar di kalangan masyarakat,” jelasnya.

Dari mitos itu juga, ia percaya jika buaya yang dilihat warga di Sugian, Sambelia, di pantai Ketapang Pringgabaya, Ijobalit dan sampai Labuhan Haji adalah buaya yang sama. Di luar mitos, hal itu juga menjadi dugaan dari BKSDA NTB yang sempat turun menelusuri keberadaan buaya tersebut. Kata Muhir, buaya tersebut diduga kuat berasal dari menanga atau muara yang ada di Sugian.

Baca Juga :  Pemerintah Bergerak Cepat Menyelesaikan Konflik Horizontal di Lombok Timur

Melalui mitos itulah, Muhir bersama forkopimcam menelusuri keberadaan buaya yang sempat direkam oleh warga di sekitar dermaga Labuhan Haji. Tempat-tempat yang ia kunjungi adalah muara-muara atau menanga yang ada di dalam mitos tersebut. Salah satunya adalah menanga Paok di Pantai Padak.

Kata Muhir, melihat bentuk muara Paok di Padak, memang tempatnya menjadi tempat yang nyaman bagi seekor reptil seperti buaya. Namun sayangnya, setelah beberapa kali turun menelusuri menanga-menanga itu, tak ada satu pun jejak buaya tersebut.

Muhir menutup cerita singkatnya dengan memastikan jika masyarakat mesti berhati-hati dengan adanya keberadaan buaya tersebut. Namun di lain sisi, mitos tersebut menjadi cerita turun temurun dari orang tua ke orang tua agar dapat menjadi pembelajaran bagi generasi muda.

“Melalui mitos ini, orang tua kita ingin berpesan agar kita senantiasa menghormati alam, lingkungan, dan mahluk lainnya,” tutupnya. (*/r5)

Berita Terbaru

Paling Sering Dibaca

Subscribe for notification