Selasa, 28 Maret 2023
Selasa, 28 Maret 2023

90 Persen Lebih Warga Indonesia Jadi Peserta BPJS Kesehatan

Kota Mataram Jadi Contoh UHC Bagi Daerah Lain

MATARAM – Hampir 10 tahun berjalan, kehadiran BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah merevolusi sistem layanan kesehatan Indonesia. Program ini berhasil menyatukan berbagai skema asuransi jaminan kesehatan sosial di Indonesia yang sebelumnya terkotak-kotak. Tak hanya itu, BPJS Kesehatan juga menciptakan ekosistem JKN yang kuat dan saling bergantung satu sama lain mewujudkan Universal Health Coverage (UHC) bagi penduduk Indonesia.

“Hampir satu dekade, Program JKN telah berkembang menjadi program strategis yang memiliki kontribusi besar dan mampu membuka akses layanan kesehatan bagi masyarakat,” jelas Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti dalam acara Diskusi Publik Outlook 2023: 10 Tahun Program JKN, Senin (30/1).

Banyak negara sangat tertarik kepada BPJS Kesehatan sebagai sebuah program gotong royong berkonsep single payer. Program ini sulit ditemukan di negara-negara lain. Jika dibandingkan negara-negara lain yang butuh belasan hingga ratusan tahun untuk mencapai UHC, perkembangan di Indonesia ini terbilang luar biasa pesat.

Ghufron memaparkan, kepesertaan JKN melonjak pesat dari 133,4 juta jiwa pada tahun 2014 menjadi 248,7 juta jiwa pada 2022. Artinya, saat ini lebih dari 90 persen penduduk Indonesia telah terjamin Program JKN. Khusus untuk peserta JKN dari segmen non Penerima Bantuan Iuran (PBI), yang mencakup Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), dan Bukan Pekerja, pada tahun 2014 berjumlah 38,2 juta jiwa.

Tahun 2022, angka tersebut naik tajam menjadi 96,9 juta jiwa. Dalam kurun waktu hampir 10 tahun, penerimaan iuran JKN juga mengalami peningkatan menjadi lebih dari Rp 100 triliun, dari tahun 2014 sebesar Rp 40,7 triliun menjadi Rp 144 triliun pada tahun 2022. Ghufron mengungkapkan, di masa-masa awal beroperasi, BPJS Kesehatan sempat mengalami defisit.

Baca Juga :  Hasil Akhir SKD CPNS Pemprov NTB, 4.052 Pelamar Gagal

Berbagai upaya pun dilakukan hingga Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan berangsur membaik, bahkan kini dalam kondisi amat sehat. Kesehatan keuangan DJS per 31 Desember 2022 tercatat sebesar 5,98 bulan estimasi pembayaran klaim ke depan, sesuai ketentuan yang berlaku. Saat ini tidak ada lagi istilah gagal bayar rumah sakit.” Bahkan kami bisa membayar sebagian biaya klaim rumah sakit sebelum diverifikasi untuk menjaga cashflow, sehingga rumah sakit bisa optimal melayani pasien JKN. Ini belum pernah terjadi dalam sejarah kami,” ucapnya.

Bahkan, pemerintah juga sudah menaikkan tarif pembayaran layanan kesehatan di Puskesmas dan di rumah sakit untuk memotivasi fasilitas kesehatan meningkatkan mutu pelayanannya.

Fakta yang menarik, bukan masyarakat yang tergolong mampu atau kaya yang paling banyak menggunakan BPJS Kesehatan. Justru, yang paling banyak memanfaatkan BPJS Kesehatan dengan biaya terbesar adalah kelompok penerima bantuan iuran yang notabenenya masyarakat kurang mampu. Tercatat jumlah kasus pemanfaatannya lebih dari 31 juta kasus dengan biaya lebih dari Rp27,5 triliun. Sementara, penyakit dengan biaya terbesar yang paling banyak dimanfaatkan oleh PBI adalah penyakit jantung, yaitu sebesar 4,2 juta kasus dengan biaya Rp3,2 triliun. Terlihat paling diuntungkan dan terbantu atau paling banyak dana JKN digunakan adalah peserta PBI.

“Program jaminan sosial ini satu-satunya bentuk gotong royong bangsa yang riil dirasakan masyarakat luas dan terasa sekali negara hadir di dalamnya,” tegasnya.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan bahwa meski penyelenggaraan Program JKN saat ini sudah mengalami banyak perbaikan di berbagai aspek, tetap ada sejumlah hal yang perlu ditingkatkan. Mulai dari isu kepesertaan, mutu layanan kesehatan, efektivitas pembiayaan, hingga soal pembiayaan.

Baca Juga :  Suara Hati Aminah, Ibu yang Anaknya Mengidap Penyakit di Leher dari Lotim

“Dari aspek kepesertaan, ada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dipakai seluruh kementerian atau lembaga untuk menentukan semua jenis bantuan sosial di negeri ini,” katanya. Dampak DTKS ini besar sekali bagi masyarakat, sehingga perlu dukungan BPJS Kesehatan agar kepesertaan PBI benarbenar menjangkau orang yang benar-benar membutuhkan.

Sementara Deputi Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden (KSP), Abetnego Tarigan mengungkapkan bahwa ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan Program JKN ke depan. Mulai dari peningkatan kualitas pelayanan, memastikan iuran terjangkau, dan upaya mewujudkan UHC.

Sedangkan Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi menegaskan yang diperlukan masyarakat saat ini adalah standarisasi pelayanan kesehatan, bukan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Kemudian dengan naiknya tarif pelayanan kesehatan, maka fasilitas kesehatan wajib meningkatkan mutu pelayanannya.

Untuk wilayah NTB, daerah yang sudah mewujudkan UHC JKN-KIS BPJS Kesehatan adalah Kota Mataram. Data 1 Januari 2023, jumlah warga Kota Mataram yang menjadi peserta BPJS Kesehatan sebanyak 97,22 persen atau 432 ribu 590 jiwa Sehingga ini patut menjadi contoh daerah lain. Dengan status UHC ini, warga Kota Mataram khususnya masyarakat kurang mampu kini tak perlu lagi memikirkan biaya berobat ketika mereka sakit.

Warga kurang mampu yang sakit akan tetap dilayani oleh fasilitas kesehatan dan langsung didaftarkan menjadi peserta JKN-KIS BPJS Kesehatan. Sehingga semua biaya berobat mereka akan dibayarkan oleh pihak BPJS Kesehatan. “Jadi kami dari pihak rumah sakit bisa member pelayanan mudah kepada semua warga. Tidak perlu lagi memikirkan siapa yang akan menanggung biaya perawatannya,” jelas Direktur RSUD Kota Mataram dr. Hj Eka Nurhayati. (ton/r3)

 

Berita Terbaru

Paling Sering Dibaca

Enable Notifications OK No thanks