Selasa, 28 Maret 2023
Selasa, 28 Maret 2023

Pemerkosa 12 Santri di Bandung Dituntut Hukuman Mati dan Kebiri

BANDUNG–Herry Wirawan dituntut hukuman mati hingga kebiri karena didakwa melakukan kekerasan dan pelecehan seksual terhadap belasan murid. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan sejumlah pertimbangan hingga memasukkan perbuatan terdakwa dalam kategori kejahatan luar biasa.

Persidangan agenda pembacaan tuntutan digelar secara tertutup di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LL RE Martadinata, Selasa (11/1/2022). Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati), Asep N. Mulyana bertindak sebagai JPU. Herry pun dihadirkan langsung untuk mendengar tuntutan.

Usai sidang, Asep mengatakan surat tuntutan (requisitor) yang sudah disiapkan setebal 300 halaman. Beberapa poin yang disampaikan adalah kesimpulan perbuatan terdakwa merupakan kejahatan sangat serius.

Kekerasan seksual dilakukan kepada anak-anak didik di bawah umur yang berada dalam kondisi tak berdaya, karena dalam kedudukan pelaku sebagai pimpinan lembaga pendidikan.

“Bukan hanya membahayakan kesehatan fisik anak perempuan yang hamil, tetapi juga berpotensi menularkan penyakit HIV, kanker serviks. Perbuatan terdakwa itu bukan saja berpengaruh kepada kehormatan fisik, tapi berpengaruh ke psikologis dan emosional para santri keseluruhan,” kata dia.

Kekerasan seksual terdakwa dilakukan terus menerus dan sistematis, sistemik hingga mempengaruhi korban. Salah satu yang menjadi alasan pemberat tuntutan, terdakwa menggunakan simbol agama dan pendidikan untuk memanipulasi dan menjadikan alat justifikasi untuk mewujudkan niat jahatnya.

Baca Juga :  Terdakwa Korupsi ASABRI Benny Tjokrosaputro Dituntut Hukuman Mati

“Tentu saja perbuatan itu menimbulkan dampak luar biasa, resah dan keresahan sosial. Presiden pun sudah menaruh perhatian terhadap kejahatan terdakwa. Atas hal itu, maka dalam tuntutan kami, kami pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati,” terang dia.

Selain hukuman mati, tuntutan yang diajukan mencakup pula mengenai kebiri kimia, pembekuan aktivitas dan pencabutan izin lembaga pendidikan yang dikelola terdakwa, pengumuman identitas.

Tak sampai di situ, Herry pun dituntut membayar denda sebesar Rp 500 juta subsider 1 tahun kurungan penjara, membayar restitusi sekira Rp 300 juta. Lalu, menyita semua aset milik Herry untuk dilelang yang hasilnya diberikan kepada belasan korban.

“(Aset milik Herry) disita untuk dilelang, dan diserahkan ke negara, yang selanjutnya digunakan biaya sekolah korban dan bayinya, serta kelangsungan hidup mereka,” kata dia.

Herry disebut terbukti bersalah sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 yentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.

Apresiasi Tuntutan JPU

Tuntutan JPU Kejati Jabar mendapat respon positif. Kuasa hukum korban, Yudi berharap tuntutan ini bisa dikabulkan oleh majelis hakim.

Baca Juga :  Tak Mau ke Lokasi Vaksinasi, Warga Lombok Tengah Divaksin di Rumah

“Ini kan baru tuntutan, ya nanti mudah-mudahan dari majelis hakim memutus sesuai dengan tuntutan, tidak ada pengurangan atau tidak ada pertimbangan yang dapat mengurangi tuntutan,” ucap dia.

Bunda Forum Anak Daerah Provinsi Jawa Barat (FAD Jabar), Atalaia Praratya mengapresiasi aparat penegak hukum baik pihak kepolisian dan kejaksaan yang telah menangani kasus ini.

Menurut dia, ini menjadi contoh penanganan kasus yang baik dan memberikan efek jera jika tuntutan tersebut dikabulkan majelis hakim. Maka dari itu, semua pihak diimbau terus mengawal jalannya perisdangan.

“Kami juga mengapresiasi kepada kejaksaan yang telah menyiapkan tuntutan hukuman yang berat dan adil. Tuntutan ini sudah mewakili kegeraman publik dan telah menjawab keinginan publik,” terang dia.

“Saat ini di sejumlah daerah tersingkap kasus kekerasan seksual yang juga mengindikasikan masyarakat, khususnya korban mulai berani untuk bersuara. Kami terus melakukan pendampingan terhadap korban terus dilakukan dalam pendampingan dan penyembuhan trauma,” ucap dia.

Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Bima Sena menilai tuntutan ini disebut sudah sesuai dengan harapan.

“Sesuai dengan harapan. Jadi inilah produk hukum yang sudah sepatutnya digunakan. Banyak produk hukum yang belum dimaksimalkan,” ucap dia. (azm/JPG/r6)

 

Berita Terbaru

Paling Sering Dibaca

Enable Notifications OK No thanks