MATARAM-Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB merespons temuan mikroplastik pada sungai di Pulau Lombok. ”Itu jadi masukan yang sangat baik. Kami apresiasi,” kata Kepala Dinas LHK NTB Julmansyah.
Temuan mikroplastik merupakan hasil investigasi yang dilakukan Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Keduanya tergabung dalam tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN).

Jul mengakui selama ini dinasnya tidak pernah melakukan uji terhadap kandungan mikroplastik. Pemantauan kondisi sungai dilakukan Dinas LHK NTB untuk mengukur kadar pH, oksigen terlarut, tingkat kekeruhan air, suhu, hingga total fosfat. Padahal LHK memiliki laboratorium lingkungan (Labling) terakreditasi.
Karena itu, temuan dari tim ESN disebut Jul bisa menjadi salah satu dasar untuk pengelolaan dan penanganan sungai ke depannya. Sehingga harus disikapi bersama. Tidak saja dari pemprov, tapi juga pemerintah kabupaten/kota serta lembaga vertikal lain di Provinsi NTB. ”Kondisi ini tentu harus disikapi bersama,” ujarnya.
Kata Jul, pemprov saat ini mendorong program zero waste. Sebagai strategi agar pengelolaan sampah bisa semakin baik. Selain itu, kolaborasi juga dilakukan bersama Kota Mataram dan Lombok Barat melalui gerakan pilah dan olah sampah dari sumbernya.
Gerakan ini mendorong agar setiap sampah bisa selesai di sumbernya. Kemudian disinergikan dengan edukasi. Terutama pada wilayah yang dilalui sungai. ”Harapannya kepedulian masyarakat semakin meningkat ke depannya,” harap Jul.
Ia mengungkapkan, Pemkot Mataram sedang membangun regulasi untuk pembatasan penggunaan plastik sekali pakai. Langkah tersebut didukung penuh pemprov, yang nantinya akan mendorong kabupaten/kota lain di NTB agar menerapkan kebijakan serupa. Sehingga ikhtiar pengurangan sampah bisa semakin maksimal.
Selain itu, pemprov juga menaruh atensi pada Peraturan Menteri LHK Nomor 75 tahun 2019 tentang Roadmap Pengelolaan Sampah. Yakni bagaimana merumuskan kebijakan mengenai extended producer responsibility atau EPR.
”Ini bisa mendorong tanggung jawab para produsen untuk bisa mengelola produknya yang menjadi sampah,” ujar Jul.
Karena itu, Jul memastikan pemprov mengatensi soal mikroplastik pada sungai di NTB. Beberapa langkah akan ditempuh. Seperti mendorong peningkatan cakupan pelayanan kebersihan, terutama yang tinggal di bantaran sungai hingga sinergitas penanganan sampah sungai.
”Kabupaten/kota juga kami dorong melakukan penegakan aturan kalau ada pihak yang membuang sampah, khususnya di wilayah sungai,” tandas Jul.
Sebelumnya, tim ESN melakukan uji terhadap kandungan mikroplastik pada sampel air di 7 titik sungai di Pulau Lombok. Antara lain, fiber, filamen, fragmen, dan granule.
Adapun 7 titik sungai tersebut antara lain, Kali Ning-Sungai Jangkok; Sungai Jangkok yang membelah Jalan Udayana, Kota Mataram; Sungai Jangkok di Ampenan, Kota Mataram; dua titik di Sungai Meninting, Lombok Barat; Sungai Belimbing, Lombok Timur; dan Sungai Tebelo, di Kuta, Lombok Tengah.
Founder Ecoton Prigi Arisandi mengatakan, kandungan fiber dalam air pada tujuh titik sungai menjadi yang tertinggi, mencapai 57,2 persen. Fiber berasal dari degradasi sampah sintetik dari kegiatan rumah tangga, laundry, serta limbah industri tekstil.
Selanjutnya ada filamen 23,8 persen yang berasal dari sampah sekali pakai, seperti kresek, botol plastik, hingga jaring nelayan. Fragmen 14,7 persen berasal dari produk kemasan sekali pakai, seperti botol shampo dan sabun. Kemudian Granule 4,3 persen merupakan mikroplastik dari bahan sintetis yang ada dalam personal care, seperti pemutih kulit, pasta gigi, dan kosmetik.
Dari tujuh titik sampel, kandungan mikroplastik tertinggi terdapat di Kali Ning. Jumlahnya 411 partikel dalam 100 liter air. Sungai Jangkok di Ampenan 276 partikel dan Sungai Meninting 272 partikel.
Secara total, kata Prigi jumlah partikel mikroplastik yang ditemukan sebanyak 1.860 dalam 100 liter air. Atau jika di rata-rata angkanya terdapat 290 partikel per 100 liter air di sungai Pulau Lombok.
Jika dibandingkan dengan provinsi lain, jumlah tersebut masih lebih rendah. Misalnya, Jawa Timur terdapat Jawa Timur terdapat 636 partikel mikroplastik; Sumatera Utara 520 partikel; dan Sumatera Barat 508 partikel.
Namun, statistik tersebut tidak menggambarkan kondisi sungai di NTB lebih baik dibandingkan tiga provinsi di atas. Bahkan sebaliknya. Ada potensi pencemaran yang cukup serius jika melihat persentase jumlah penduduk antara NTB dengan ketiga provinsi tersebut.
”Ini jadi semacam tanda merah. Agar pemerintah bisa segera merecovery sungai,” katanya. (dit/r5)