MATARAM-Pabrik tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) di TPA Regional Kebon Kongok, Lombok Barat mulai dioperasikan pada Juni 2023. ”Ini nantinya bisa mengurangi jumlah sampah 120 ton hingga 300 ton per hari,” kata Wakil Gubernur Sitti Rohmi Djalilah, usai meninjau lokasi pembangunan pabrik.
Pengolahan sampah yang dilakukan TPST akan menghasilkan refuse derived fuel atau RDF. Yang nantinya bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar yang dicampur dengan batubara di PLTU Jeranjang. ”Semangatnya ini untuk mendorong lebih luas energi terbarukan,” ujarnya.

Kepala TPAR Regional Kebon Kongok Radyus Ramli mengatakan, RDF merupakan teknologi pengolahan sampah melalui proses homogenizers menjadi ukuran lebih kecil melalui pencacahan sampah atau dibentuk menjadi pelet. Hasilnya, akan dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan dalam proses pembakaran batu bara untuk pembangkit tenaga listrik. ”Kami terus maksimalkan pengolahan dan pemilahan sampahnya,” kata Radyus.
Pembangunan pabrik TPST merupakan bentuk dukungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Pabrik dibangun di atas lahan seluas 60 are dengan anggaran mencapai Rp 37 miliar.
Kabid Pengelolaan Sampah dan Pengendalian Pencemaran di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB Firmansyah mengatakan, saat ini progres pembangunan pabrik TPST masuk tahap penyelesaian. ”Insya Allah Juni sudah selesai proses pembangunan dan bisa langsung dioperasikan,” kata Firman.
Ketika nanti beroperasi, pabrik direncanakan mengolah sampah hingga 120 ton per hari. Dari jumlah sampah yang diolah, bisa menghasilkan RDF sekitar 15 hingga 20 ton setiap harinya.
Kata Firman, dalam pengoperasian pabrik, pemprov berencana melibatkan pihak swasta. Sudah ada perusahaan yang menandatangani nota kesepahaman dengan Pemprov NTB. Yang kemudian ditindaklanjuti studi kelayakan dari perusahaan calon pengelola TPST.
Skemanya nanti bisa terkait dengan kerja sama pengelolaan aset. Atau pihak swasta menyewa aset yang tersedia. ”Kerja sama ini juga sekaligus untuk peningkatan skala produksi dan pemanfaatan produknya,” jelasnya.
Keberadaan TPST ini, lanjut Firman, merupakan bagian dari industrialisasi persampahan. Diharapkan bisa mendorong pengelolaan sampah yang lebih baik di Provinsi NTB.
Firman mengatakan, hasil identifikasi yang dilakukan Dinas LHK, sebanyak 10 hingga 12 persen dari total sampah di NTB merupakan sampah plastik. Adapun rata-rata sampah yang dihasilkan rumah tangga di NTB dalam satu harinya bisa mencapai 3.000 ton. Artinya potensi sampah plastiknya bisa mencapai minimal 300 ton dalam sehari.
Jumlah tersebut cukup untuk menunjang proyek pengolahan sampah plastik menjadi bahan bakar. ”Kalau ketersediaan bahan baku itu tidak ada masalah,” tandasnya. (dit/r5)