MATARAM-Universitas Mataram (Unram) terus berupaya mengembangkan potensi peternakan NTB. Salah satunya mengembangkan Sapi Bali yang memiliki prospek sangat cerah.
“Sapi Bali (Bos Javanicus) adalah sapi asli Indonesia yang sudah berkembang pesat di NTB dan bagian lain Indonesia Timur,” kata Ketua Tim Peneliti Unram Prof Dahlanuddin pada Lombok Post, kemarin (27/8).

Ia menjelaskan, ada dua permasalahan utama dalam meningkatkan mutu sapi Bali. Pertumbuhan yang lambat (sekitar 0,2 kilogram per hari) dan daging yang keras (alot). Dengan demikian, Sapi Bali dianggap inferior dibandingkan dengan bangsa sapi eksotik seperti Simmental atau Limosin.
“Karena itu, kami terus mengembangkan kira-kira yang mendukung agar mutu Sapi Bali di NTB sesuai permintaan pasar,” tuturnya.
Selama ini daging Sapi Bali umumnya hanya digunakan untuk menu tradisional seperti rendang, bakso, dan masakan sehari-hari lainya. Karena daging Sapi Bali pada umumnya alot, hotel berbintang dan restoran besar harus menggunakan daging impor untuk memenuhi kebutuhan konsumen kelas menengah ke atas. Yang biasanya ingin mengkonsumsi daging dalam bentuk steak atau menu kontinental yang lain.
Untuk mengangkat derajat sapi Bali dan mengurangi impor daging, sejak tahun 2001 Fakultas Peternakan Unram telah melaksanakan berbagai riset kolaborasi. Dengan berbagai institusi baik di dalam maupun luar negeri untuk meningkatkan produktivitas dan mutu Sapi Bali di NTB. Sampai dengan tahun 2004, Unram dan Balai Pengkajian teknologi Pertanian NTB (BPTP NTB) bekerja sama dengan University of Queensland Australia. Ini menguji sistem produksi sapi Bali terpadu di Lombok Tengah yang dikenal dengan Model Kelebuh (salah satu Desa di Lombok Tengah).
Program ini berhasil meningkatkan angka kelahiran sapi Bali dari 66 persen menjadi 85 persen. Menurunkan kematian pedet dari 15 persen dan meningkatkan berat sapih (umur 6 bulan) dari 65 kilogram menjadi 90 kilogram.
Bekerja sama dengan BPTP NTB dan CSIRO Australia, Unram selanjutnya mereplikasi Model Kelebuh kepada 36 kelompok di Lombok Tengah. Dalam kurun waktu 2007-2010 dengan capaian produktivitas yang hampir sama. Dengan perbaikan sistem produksi tersebut, produksi daging sapi Bali meningkat sekitar 130 persen. Keberhasilan dalam mereplikasi model Kelebuh ini telah menjadi rujukan utama dalam menyusun Blue Print NTB Bumi Sejuta Sapi (NTB BSS), yang merupakan program unggulan Pemerintah Propinsi NTB.
Puncak dari capaian ini ditandai dengan acara Panen Pedet di Desa Kelebuh Lombok Tengah tahun 2009. Event ini adalah yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia dan untuk pertama kalinya dipopulerkan motto 3S (Satu Induk Satu Anak Satu Tahun).
Penyediaan Pakan
Mulai tahun 2011, Unram dan BPTP NTB kembali bekerja sama dengan University of Queensland. Ini untuk mencari strategi meningkatkan kecepatan pertumbuhan Sapi Bali dalam masa penggemukan. Berbagai formula pakan diuji untuk mencari sistim penyediaan pakan yang paling sesuai untuk kondisi NTB. Dua tanaman pakan yang dianggap sesuai untuk dijadikan komponen ransum sapi Bali di NTB adalah daun turi (sesbania grandiflora) dan daun lamtoro (leucaena leucocephala). Keduanya unggul dari berbagai bahan pakan lain yang diuji karena disamping kualitasnya yang tinggi, tanaman pakan tersebut cocok dikembangkan secara luas di wilayah NTB.
Melihat ketersediaan lahan untuk pengembangan sapi di NTB yang umumnya berupa lahan kering, lamtoro lebih unggul karena lebih toleran terhadap kekeringan, tidak perlu disiram atau dipupuk dan dapat dipanen sampai umur 25 tahun. Lamtoro yang dikembangkan dalam program ini adalah varitas Tarramba yang lebih toleran terhadap serangan kutu loncat (heteropsylla cubana) yang banyak menyerang tanaman lamtoro.
Pemberian pakan berbasis lamtoro dapat meningkatkan kenaikan berat badan sapi Bali menjadi 0.4 – 0.7 kilogram per hari (tergantung formula ransum). Sehingga berat potong minimal 300 kilogram yang disyaratkan oleh Pemprov NTB dapat dicapai pada umur muda (sekitar 2 tahun).
“Pemotongan Sapi Bali pada umur muda menyebabkan daging sapi Bali lebih empuk dibandingkan kalau dipotong pada umur 3-4 tahun pada pemeliharaan tradisional,” ujarnya.
Penyebarluasan penggemukan sapi Bali dengan basis pakan lamtoro dilanjutkan oleh Unram bekerja sama dengan The Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO). Ini dalam program Applied Research and Innovation Systems in Agriculture (ARISA). Program tersebut merupakan kemitraan antara lembaga riset, sektor swasta dan peternak sapi.
Hasil kajian ini menunjukkan sistem produksi ini sangat menguntungkan peternak. Sehingga adopsinya meningkat dengan pesat. Saat ini, peternak yang terlibat dalam penggemukan sapi Bali dengan basis pakan lamtoro sudah lebih dari 2 ribu orang yang hampir seluruhnya ada di Pulau Sumbawa. Dari seluruh wilayah Pulau Sumbawa, tidak kurang dari 10 ribu ekor sapi yang dihasilkan setiap tahun. Sayangnya, hampir seluruh sapi Bali yang digemukkan dengan basis pakan lamtoro tersebut dijual untuk komsumen pasar tradisional. Akibatnya, harga jual Sapi yg digemukkan dengan lamtoro ini tidak jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sapi Bali yang dipelihara secara tradisional.
Untuk mengatasi kendala tersebut sejak tahun 2017 Unram bekerja sama dengan Massey University New Zealand melakukan kajian rantai nilai sapi Bali di NTB. “Potensi pasar yang kemudian dianggap potensial adalah hotel berbintang di wilayah NTB dan konsumen rumah tangga kelas menengah ke atas,” jelasnya.
Agar daging sapi Bali dapat diterima di konsumen kelas atas tersebut maka dilakukan serangkaian kajian. Ini untuk lebih meningkatkan keempukan daging sapi Bali yang digemukkan dengan basis pakan lamtoro. Berbagai inovasi dalam pengolahan daging diuji coba untuk menghilangkan jaringan ikat (yang menyebabkan daging alot) pada daging agar daging menjadi kebih empuk.
Hasil serangkaian kajian menunjukkan dengan chilling pada suhu dingin selama 24 jam. Dilanjutkan dengan aging pada suhu yang sesuai memicu aksi enzim internal daging untuk mencerna jaringan ikat.
“Hasilnya adalah daging menjadi lebih empuk dan cocok dimasak sebagai steak atau menu kontinental lainnya,” tambahnya.
Temuan ini kemudian dikomunikasikan dalam berbagai temu bisnis untuk menunjukkan keunggulan daging sapi Bali yg digemukkan dengan lamtoro. Dengan dipotong dan diproses secara spesifik lebih meningkatkan keempukan daging. Para peserta menyatakan daging lokal ini sudah layak dipasarkan di hotel berbintang. Beberapa stakeholder juga menyatakan daging lokal ini memiliki keunggulan komparatif seperti kekhasan tempat produksi, tidak diberi hormon pertumbuhan dan diproses secara halal.
Saat ini Kementerian Pertanian sudah menjadikan daging sapi yang digemukkan dengan lamtoro dan diproses secara spesifik ini sebagai program nasional dan dibranding dengan nama Special Bali Beef. Dalam acara sosialisasi dan uji rasa special Bali Beef di Novotel Lombok 22 Agustus 2020, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Dr Nasrullah melaporkan Bali Beef memiliki keunggulan dibandingkan dengan sapi Bali biasa. Karena pakannya berupa hijauan segar, daging Special Bali Beef ini lebih empuk dan lebih sehat. Sehingga dapat dijual dengan harga 20-30 persen lebih tinggi dari daging sapi Bali biasa. “Jadi diharapkan dapat meningkatkan keuntungan peternak,” kata Nasrullah.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam arahannya menyatakan Kementerian Pertanian sangat mendukung program Special Bali Beef ini. Sapi Bali sebagai unggulan nasional perlu dikembangkan dengan lebih fokus untuk lebih lanjut meningkatkan produksi dan kualitas dagingnya. Tujuannya supaya bisa mengurangi impor daging. “Daging yang selembut ini untuk pertama kalinya dirasakan. Kelembutannya saya rasa sudah seperti daging sapi impor. Selain itu, ada aroma yang khas dan ini bisa menjadi keunggulan dibanding daging sapi lainnya,” katanya usai mencicipi olahan daging penggemukan di NTB.
Gubernur NTB Zulkieflimansyah mengatakan daging Special Bali Beef ini tidak kalah dengan kualitas daging impor. Gubernur berharap daging sapi asli Indonesia ini bisa menjadi tuan di negeri sendiri dan perlu diproduksi dalam skala industri. “Ini dimaksudkan agar sistim produksinya dapat berkelanjutan,” katanya.
Rektor Universitas Mataram Prof Lalu Husni secara khusus memberikan apresiasi dan penghargaan yang tinggi atas dukungan pendanaan program ini. Baik itu dari The Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR), Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia dan Ministry of Foreign Affairs and Trade (MFAT) New Zealand yang telah mendanai rangakaian penelitian kerja sama Universitas Mataram selama ini. Ia berharap agar dukungan dari lembaga-lembaga donor tersebut dapat berlanjut agar Universitas Mataram dapat melakukan riset lanjutan. “Semoga ini kedepannya akan lebih meningkatkan kualitas dan keamanan daging Special Bali Beef ini,” kata dia. (nur/ADV)