MATARAM-Realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik di Provinsi NTB hanya mencapai 91,46 persen atau Rp 2,076 triliun. ”Ini lebih rendah dari periode sebelumnya di tahun 2021 yang mencapai 92,18 persen,” kata Kabid PPA II Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) NTB Maryono.
Ia mengatakan, persentase nilai kontrak terhadap pagu di tahun 2022 mengalami penurunan 0,97 persen dibanding 2021. Sehingga menyebabkan realisasinya ikut menurun. Meski begitu, angka capaian di 2022 masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional yang sebesar 90 persen.
”Kalau dilihat dari sisi besaran realisasi DAK Fisik tahun 2022 itu mengalami pertumbuhan 17,86 persen dari tahun lalu,” ujarnya.
Adapun untuk realisasi DAK non Fisik Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP), mencapai 96,75 persen atau Rp 1,126 triliun. Kinerja ini lebih rendah dari tahun lalu yang mencapai 99,29 persen. ”Tapi angkanya masih lebih baik dari rata-rata nasional,” kata Maryono.
Penyaluran BOS-BOP Paud dan Pendidikan Kesetaraan sebesar Rp 1.126,66 miliar untuk 3.037.643 siswa. Rincian penyaluran BOS Rp 984,29 miliar untuk 2.623.387 siswa; BOP PAUD Rp 119,68 miliar untuk 389.385 siswa; dan BOP Pendidikan Kesetaraan Rp 22,63 miliar untuk 24.871 siswa.
Sementara itu, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) NTB Sudarmanto, menerangkan, ada beberapa faktor yang membuat pagu DAK Fisik tidak bisa terkontrak seluruhnya. Antara lain, harga komponen untuk pembangunan proyek DAK Fisik naik saat lelang; barang yang tidak tersedia di daerah; hingga jadwal lelang yang molor sehingga tidak bisa dilaksanakan.
”Dari sana sudah bisa kelihatan, sehingga hanya bisa 91 persen yang dikontrakkan,” katanya.
Proyek yang dibiayai DAK Fisik disebut Darmanto seharusnya bisa dikontrakkan semua. Apalagi DAK Fisik ini merupakan model pembiayaan yang dirancang dan direncanakan sepenuhnya oleh pemda.
Dari 11 pemda di Provinsi NTB, Kabupaten Dompu memiliki realisasi kontrak DAK Fisik tertinggi dari pagu, yakni 99,14 persen atau Rp 193,2 miliar. Setelah itu ada Lombok Utara 97,81 persen atau Rp 101,3 miliar; Kota Bima 97,26 persen atau Rp 90,8 miliar.
Adapun untuk tiga terbawah, posisi paling buncit adalah Kabupaten Sumbawa 67,11 persen atau Rp 162,34 miliar; Kota Mataram dengan realisasi 90,38 persen atau Rp 90,8 miliar; dan Pemprov NTB 90,50 persen atau Rp 443,8 miliar.
Dengan realisasi kontrak 91,46 persen atau Rp 2,072 triliun dari pagu sebesar Rp 2,270 triliun, terdapat anggaran yang kembali ke kas negara. Yakni sebanyak Rp 198 miliar. ”Ini tetap berada di kas negara. Ini karena tidak terkontrak, ada juga dari penghematan proyek yang terkontrak,” tandas Darmanto. (dit/r5)