Senin, 5 Juni 2023
Senin, 5 Juni 2023

Jeli Tangkap Peluang Belanja Kartu Kredit Pemerintah

Oleh : Ridho Bahthiar Adrian S.E. (PK APBN pada BP3TKI Mataram)

Sejak 1 Juli 2019, melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 178 Tahun 2018 pemerintah mengumumkan dimulainya penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP). Penggunaan KKP bertujuan untuk 1) meminimalisasi penggunaan uang tunai dalam transaksi keuangan negara (cashless), 2) mengurangi dana menganggur (cost of fund/idle cash) dari penggunaan UP 3) sebagai alternatif pembayaran pada satuan kerja (tidak menambah utang negara) 4) meningkatkan keamaan dalam bertransaksi serta 5) mengurangi potensi fraud dari transaksi secara non tunai.

——————————————–

Dalam pelaksanaannya, KKP dibagi menjadi 2 sesuai peruntukannya yaitu pertama untuk belanja perjalanan dinas seperti tiket, penginapan dan sewa kendaraan. Kemudian kedua untuk belanja operasional baik belanja barang atau belanja modal seperti pembelian ATK, konsumsi rapat dan lain-lain.

Berbeda dengan kartu kredit untuk pribadi atau bisnis, KKP memiliki beberapa keistimewaan yaitu, pertama limit belanja, penentuan limit belanja KKP ditetapkan sebesar 40 persen pagu uang persediaan setiap satuan kerja pemerintah. Kedua, pembebasan berbagai macam biaya penggunaan kartu kredit. Seperti tercantum pada PMK No 196 Tahun 2018 tentang Tata Cara pembayaran dan Penggunaan KKP Pasal 71 disebutkan pembebasan biaya penggunaan kartu kredit yaitu 1. Biaya Keanggotaan, Biaya pembayaran tagihan melalui Teller, ATM dan e-Banking, 2. Biaya permintaan kenaikan batasan belanja, 3. Biaya penggantian KKP karena hilang, dicuri atau rusak, 4. Biaya penggantian PIN, 5. Biaya Copy Billing Statement, 6. Biaya Pencetakan Tambahan Lembar Tagihan, 7. Biaya Keterlambatan Pembayaran, 8. Biaya bunga atas tunggakan/ tagihan yang terlambat di bayarkan serta 9. Biaya penggunaan airport lounge yang bekerjasama dengan bank KKP.

Baca Juga :  Dakwah Facebookiyyah : Menebar Kebaikan dan Keharmonisan di Tengah Multikultural Bangsa dan Agama.

Dari banyaknya kelebihan dan manfaat yang diperoleh, penggunaan KKP tetap bisa mengalami masalah dalam pelaksanaannya seperti pengenaan biaya tambahan transaksi belanja (surcharge), penggesekan ganda (double swipe), merchant melayani penarikan uang atau gesek tunai, adanya penagihan oleh debt collector, KKP hilang atau dicuri, hingga pencurian data/informasi secara ilegal.

Seperti yang pernah penulis temui di lapangan, walaupun penerapan KKP sudah memasuki tahun ketiga, terkadang masih ditemui adanya merchant yang membebankan biaya tambahan sebesar 3% atas penggunaan KKP baik merchant toko atau hotel. Sementara biaya tambahan bukanlah termasuk biaya yang bisa dibebankan ke APBN atau dengan kata lain dibebankan ke pribadi pegawai yang melaksanakan belanja. Sehingga, alih-alih berbelanja di toko tersebut pejabat pengadaan yang ditugaskan untuk berbelanja akhirnya mengalihkan belanja ke toko lain.

Merujuk pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK), pengenaan biaya tambahan transaksi adalah termasuk tindakan yang merugikan yang dapat diberikan sanki administratif berupa teguran, denda, penghentian sementara kegiatan APMK hingga pencabutan izin penyelenggara kegiatan APMK. Larangan tersebut juga sudah ditegaskan oleh masing-masing bank Himbara penerbit KKP yaitu mandiri, BNI dan BRI di masing-masing situsnya. Hal ini terjadi karena minimnya informasi yang diterima merchant tentang KKP dari pihak bank terkait adanya larangan pengenaan biaya tambahan atas transaksi beserta sanksinya.

Baca Juga :  Teknologi Microculture: RAMAH-kan Bima, GEMILANG-kan NTB

Kesimpulan

Untuk mengatasi kendala tersebut, perlu adanya upaya sosialisasi kembali dari Bank Indonesia dan Bank Himbara penerbit KKP khususnya kepada merchant-merchant terkait dasar aturan dan sanksi. Disamping itu, Bank bisa lebih menekankan pada aspek manfaat dan potensi omset yang bisa dihasilkan jika merchant berhasil menggarap pasar digitalisasi belanja satuan kerja pemerintah lewat KKP.

Sebagai gambaran umum, pada tahun 2022 saja total belanja barang dan modal yang di kelola kurang lebih 200-an satker di lingkup KPPN Mataram mencapai Rp. 8,2 Trilliun. Jika 40 persen-nya dialokasikan lewat UP KKP maka potensi belanja pemerintah yang bisa digarap para merchant bank bisa mencapai Rp. 3,2 Triliun. Oleh karena itu sudah seharusnya merchant jeli menangkap dan tidak melewatkan lagi peluang dari digitalisasi satker pemerintah ini di tahun-tahun mendatang. (*)

 

Berita Terbaru

Paling Sering Dibaca

Subscribe for notification