PERHELATAN sebuah event besar memberikan peluang besar pada kegiatan ekonomi apalagi event internasional. Seperti perhelatan MotorGP misalnya di Sirkuit Mandalika bulan Maret lalu, sesuai hitungan Badan Pusat Statistik NTB perputaran uang selama MotoGP mencapai Rp 606,7 miliar rupiah.
Sedangkan secara nasional menurut Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyebutkan nilai perputaran uang dalam ajang balap motor terbesar di dunia itu mencapai lebih dari Rp 3 triliun. Pemasukan ekonomi tentunya dari sisi transportasi, konsumsi, akomodasi, rekreasi, hotel atau penginapan, kuliner, kebutuhan logistic, cendera mata (souvenir) produk UMKM dan lainnya.

Event yang lebih besar dari MotoGP tersebut adalah G20 yaitu forum diskusi antara negara-negara yang dihadiri pimpinan negara yang masuk dalam 20 besar kekuatan ekonomi dunia, terdiri dari 19 negara utama dan 1 uni Eropa. G20 merepresentasikan 60% populasi dunia, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia. Indonesia satu-satunya negara Asia Tenggara yang tergabung dalam forum G20 ini. Dan pertamakalinya sejak G20 dibentuk pada tahun 1999 Indonesia ditunjuk sebagai Presidensi (tuan rumah) G20 pada tahun 2022 ini.
Gelaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada tanggal 15-16 November lalu dihadiri oleh 20 kepala negara dan secara total kurang lebih sebanyak 12.750 orang mulai dari delegasi, pebisnis hingga lembaga swadaya masyarat menghadiri pertemuan penting tersebut. Sehingga kehadiran mereka memberikan dampak bagi perekonomian, sebagaimana dilansir CNBC Indonesia bahwa kontribusi G20 mencapai Rp7,4 triliun. Pemasukan dari penyerapan tenaga kerja hingga 33.000 orang tersebar ke sektor konsumsi, transportasi, akomodasi, penukaran valuta asing (Valas), usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan MICE atau meeting, incentive conference exhibition. Oleh sebab itu, tanpa disadari aktivitas tarnsaksi tersebut mengarah pada Pemulihan Ekonomi Nasional.
Indonesia telah dinilai berhasil dan sukses sebagai tuan rumah melaksanakan KTT G20 di Bali lalu, salah satunya disampaikan oleh Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva yang memberikan pujian pada Indonesia usai perhelatan KTT G20 Indonesia di Bali. Terlebih Presiden Jokowi berhasil mewujudkan sesuatu yang mustahil terjadi, yakni membuat semua pimpinan negara G20 setuju untuk menghentikan perang. Sementara soal resesi ekonomi, Kristalina Georgieva yakin Indonesia dapat melewati resesi tahun 2023 dengan posisi yang jauh lebih kuat dari pada negara lain. Apalagi beberapa anggota negara G20 menyatakan akan banyak berinvestasi di Indonesia.
Kendati demikian, agar kesuksesan G20 tahun 2022 tidak terhenti dan berlalu sebatas seremonial saja seperti harapan Presiden RI Joko Widodo, maka masyarakat Indonesia harus melakukan aksi nyata memfollow up hasil kesepakatan G20 yaitu concrete deliverables yang berisi daftar proyek kerja sama negara anggota G20 dan undangan. Termasuk juga Deklarasi Pemimpin G20 (G20 Bali Leaders Declaration) yang berorintasi pada tema presidensi G20 Indonesia “Recover Together, Recover Stronger” artinya “Pulih Bersama, Pulih Lebih Kuat”.
Lalu bagaimana strategi pemuda dalam mendukung hasil KTT G20 dan pemulihan ekonomi nasional?. Presidensi Indonesia pada G20 memberikan peluang bagi kaum muda, bapenas memprediksi pada tahun 2030 sebanyak 64% dari total penduduk Indonesia berada pada usia produktif dan total jumlah penduduka yang diperkirakan 297 juta jiwa. Dengan posisi pemuda yang sangat strategis maka pemuda harus berpartisipasi memfollow up hasil kesepakatan G20 karena pemuda memiliki semangat yang lebih dari usia lainya dengan pemikiran yang smart (fresh graduate) raga yang masih enerjik dan jiwa yang terus bersemangat (kulla yaumin lā nanum).
Pernah ditegaskan oleh Bapak Bangsa Sukarno dalam ucapannya, “Beri aku seribu orang tua nisca aku cabut semeru dari akarnya, beri aku sepuluh pemuda niscaya akan aku goncangkan dunia”, kalimat ini memberikan gambaran betapa besar kontribusi dari pemuda untuk kemajuan bangsa Indonesia. Momentum Indonesia memegang Presidensi KTT G20 tahun 2022 ini tentunya kiprah pemuda Indonesia menjadi suatu hal yang ditungu agar isu-isu utama dalam G20 ini bisa medapatkan dan meberikan pengaruh untuk kemajuan Indonesia.
Keterlibatan dan kreatifitas pemuda Indonesia akan semakin memperkuat upaya untuk menemukan solusi dari sejumlah isu strategis yang menjadi fokus utama forum G20 yaitu sektor kesehatan, sektor digital dan sektor energy.
Post Covid penanganan kesehatan yang inklusif menjadi perhatian dunia, kemudian transformasi digital menjadi penting karena sumber pertumbuhan baru yang paling memungkinkan adalah digitalisasi yang menjadi factor akselerasi pertumbuhan perekonomian. kaum muda, perlu mempertahankan status keahliannya melalui peningkatan perangkat hard-skill untuk mengejar transformasi digital dan perangkat soft-skill yang berfokus pada (1) berpikir kritis, (2) kreativitas, (3) kerja sama, dan (4) komunikasi.
Selanjutnya transisi menuju energi berkelanjutan, dalam hal ini negara-negara anggota G20 menyumbang sekitar 75% dari permintaan energi global bertanggung jawab besar dan peran strategis dalam mendorong pemanfaatan energi bersih dengan menciptakan dan mengembangakan sistem energi rendah karbon untuk mengatasi perubahan iklim menuju planet yang berkelanjutan dan layak huni.
Tiga agenda besar tersebut tidak akan dapat direalisasikan secara maksimal untuk mencapai kepentingan bersama internasional dan kepentingan nasional tanpa menjaga keamanan, inklusif dalam keberagama, peningkatan literasi, kerjasama dan kolaborasi. Sikap tersebut harus dimiliki kaum muda di Indonesia. Senada dengan yang disampaikan Presiden Jokowi saat diwawancarai oleh wartawan luar negeri, “We need cooperation, we need collaboration, not rivalry, not open conflict, no! artinya “kita butuh kerjasama, kita butuh kolaborasi, bukan persaingan, bukan konflik terbuka, tidak!)”. Pernyataan ini sebagai upaya Presiden Jokowi menjadikan Indonesia untuk perdamain dunia. Hal ini juga menjadi amanat UUD 1945 alinea IV, yaitu: “…dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,…”.
Di sinilah pentingnya peran pemuda untuk berkontribusi terhadap perdamaian, menjalin kerja sama dunia yang lebih adil dan sejahtera. Kedamaian memberikan peluang besar masuknya investor dan wisatawan luar negeri. Yang berdampak pada kaum muda sendiri yaitu bertambahnya lapangan pekerjaan di sector industri dan pariwisata sehingga mampu mengurangi pengangguran kaum muda menuju ketenagakerjaan pemuda.
Berkaitan dengan keberagaman dan inklusif, pemuda harus mendapatkan kesempatan yang sama dalam berbagai sektor hubungan luar negeri dan dalam negeri, seperti mendorong epemimpinan muda. Pergaulan dan pengalaman yang luas yang dimiliki kaum muda akan lebih mamahami keberagaman dan inklusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sikap inklusifisme mengatasi berbagai perbedaan yang ada sehingga tidak terjadi tindakan kekerasan, intoleran ataupun konflik yang dapat mengahambat perkembangan ekonomi. Inklusifisme ini melahirkan kesadaran pluralisme yang mengarahkan sikap toleransi dengan menjadikan perbedaan sebagai potensi untuk bekerjasama.
Selanjutnya peningkatan literasi mesti menjadi perhatian kaum muda, termasuk literasi digital untuk menyeimbangkan kemajuan ekonomi dan menyelesaikan masalah sosial dengan sistem dunia nyata dan dunia online yang terintegrasi. Pemuda hari ini harus siap menuju transformasi digital. Apalagi menurut Menteri BUMN Erick Thohir dilangsir Indonesia.go.id bahwa ketenagakerjaan pemuda pada 2030, Indonesia akan membutuhkan 17 juta tenaga kerja untuk ekonomi digital. Oleh karena itu perlu mempersiapkan generasi muda agar memiliki tingkat literasi digital yang tinggi.
Recover together, Recover Stronger yang menjadi tema tema Presidensi G20 Indonesia 2022 memberikan pesan kerjasama dan kolaborasi, sikap ini tentunya harus menjadi perhatian kaum muda di Indonesia. Ikut mengajak seluruh dunia bahu-membahu, saling mendukung untuk pulih bersama serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan. Karena tidak seorang pun yang bisa bangkit sendiri. Sehingga rivalitas dan ketegangan seharusnya dihentikan untuk berfokus pada bersinergi, bekerjasama dan berkolaborasi untuk bangkit kembali, pulih kembali pasca Pandemi Covid. (*)