Jumat, 9 Juni 2023
Jumat, 9 Juni 2023

Urgensi Mitigasi di Negara “Supermarket” Bencana

Oleh : Nindya Kirana, S.Tr , Prakirawan Iklim BMKG NTB

INDONESIA tidak hanya kaya akan adat, budaya dan pariwisata. Karena letak astronomis dan geografisnya yang berada di antara dua benua, dua samudera serta pertemuan dua rangkaian pegunungannya, yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania. Kondisi ini membuat Indonesia kaya pula akan potensi bencana yang mengancam masyarakatnya.

BNPB menyebut Indonesia memiliki empat kluster kebencanaan antara lain geologi dan vulkanologi (letusan gunung api, gempa bumi, dan tsunami); hidro meteorologi I (kebakaran hutan, kekeringan); hidro meteorologi II (banjir bandang, longsor) serta bencana non alam (limbah, epidemic, gagal teknologi). Karenanya, penting membangun kesadaran dalam benak masyarakat di seluruh lapisan akan antisipasi dan penanganan bencana.

Masih terekam dalam ingatan, peristiwa rangkaian gempa bumi yang melanda Lombok tahun 2018 silam. Banyak korban jiwa berjatuhan, kerugian materi, infrastrukstur dan mentalitas masyarakat. Sekian waktu berselang, pada periode tiga tahun belakangan ini saat fenomena La Nina terjadi dan berdampak pada peningkatan curah hujan hingga terjadi bencana hidro meteorologi di berbagai wilayah Indonesia termasuk NTB, kesadaran masyarakat akan upaya mitigasi bencana masih perlu ditingkatkan.

Apakah mitigasi bencana sudah dipahami oleh kaum awam? Mitigasi bencana merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi resiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat di kawasan rawan bencana, baik itu bencana alam, bencana ulah manusia maupun gabungan dari keduanya dalam suatu wilayah.

Dalam mitigasi bencana, perlu diperhatikan beberapa hal penting di antaranya ketersediaan informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap kategori bencana, sosialisasi dalam peningkatan pemahaman serta kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana, mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari serta cara penyelamatan diri jika bencana terjadi sewaktu-waktu dan pengaturan, penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman bencana.

Baca Juga :  Angka Mati

Upaya BMKG Gencarkan Sosialisasi Mitigasi Bencana

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memiliki sejumlah program literasi yang menyasar peningkatan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi multibencana di Indonesia. Sejumlah program tersebut di antaranya Sekolah Lapang Iklim (SLI), Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) dan Sekolah Lapang Gempa Bumi (SLG). Sejumlah Sekolah Lapang oleh BMKG merupakan bentuk tanggung jawab dalam membangun kesadaran publik dan pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan pemanfaatan informasi cuaca, iklim dan gempa bumi.

BMKG juga memerlukan mediator untuk menyampaikan informasi cuaca, iklim, gempabumi dan tsunami untuk bisa diterima di kalangan petani, nelayan, dan penggiat penanggulangan bencana. Informasi tersebut diolah dari data hasil observasi melalui ribuan sensor yang terpasang di seluruh provinsi hingga kecamatan di Indonesia, yang terkoneksi dengan Internet of Things (IoT) serta dengan 41 Radar Cuaca dan Satelit Himawari.

Data tersebut secara otomatis dan super cepat diproses oleh Artificial Intelligent (AI) melalui perhitungan matematis fisis dan pemodelan numerik dengan menggunakan super komputer, untuk mendapatkan berbagai jenis informasi dalam bentuk infografis ataupun peta digital, agar dapat tersebar luas secara cepat, tepat dan akurat, sehingga dapat dimanfaatkan dan diterapkan untuk perencanaan dan tata ruang wilayah yang berbasis mitigasi bencana dan perubahan iklim, untuk prediksi dan peringatan dini bencana hidrometeorologi, geofisika dan potensi karhutla, untuk mendukung ketahanan pangan, energi dan sumber daya air, serta untuk kepentingan berbagai sektor seperti sektor transportasi, infrastruktur, kesehatan, pariwisata, industri, dan lain sebagainya.

Baca Juga :  Mengembalikan Ruh Peringatan Hari Ibu

Selain upaya edukasi secara kontinu ke seluruh lapisan masyarakat, perlu kiranya dilakukan penataan ulang tata ruang dan wilayah di daerah rawan bencana. Mitigasi dilakukan dilakukan dengan pengembangan tata ruang yang memperhitungkan keberadaan jalur patahan aktif atau patahan gempa serta potensi tanah longsor. Jalur patahan aktif inilah yang sebaiknya dijauhi untuk pembangunan rumah maupun infrastruktur penting lainnya.

Jika proses mitigasi ini terus difokuskan dan digencarkan, maka korban akan jauh bisa dikurangi bahkan dihindari jika gempa terjadi. Oleh karena itu, BMKG berusaha untuk semakin kuat dalam memberikan edukasi dan mitigasi bencana ke berbagai komunitas salah satunya melalui kegiatan sekolah lapang.

Selain beberapa upaya tersebut, agaknya penting pula melakukan edukasi mitigasi bencana pada generasi muda penerus bangsa melalui kurikulum pembelajaran di sekolah. Penting kiranya kementrian terkait Menyusun materi mengenai mitigasi bencana yang dirancang sedemikian rupa mulai dari pengenalan tanda-tanda bencana alam sampai ke arah proses evakuasi yang memperhatikan karakteristik ancaman bencana di masing-masing daerah.

Jika segala daya upaya telah dilakukan secara maksimal oleh instansi pemerintah bersinergi dengan masyarakat, zero victim manakala terjadi bencana akan terwujud di negera yang dijuluki supermarket bencana ini. (*)

*Penulis: Nindya Kirana, S.Tr (Prakirawan Iklim BMKG NTB)

Berita Terbaru

Paling Sering Dibaca

Subscribe for notification