LOMBOK TIMUR-Kasus stunting menjadi perhatian mahasiswa Universitas Mataram (Unram) yang melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) tematik di Desa Sugian, Kecamatan Sambelia, Lombok Timur. Keberadaan mereka di tengah-tengah masyarakat itu pun dimanfaatkan untuk memberikan sosialisasi pencegahan stunting.
Sosialisasi yang dilaksanakan di aula Yayasan Pondok Pesantren NW Sugian, Senin (16/1) itu dilaksanakan dalam dua sesi. Pertama, materi disampaikan petugas Kantor Urusan Agama (KUA) setempat mengenai dampak pernikahan dini terhadap tingginya angka stunting.

Pada Sesi kedua, materi sosialisasi disampaikan petugas puskesmas tentang pola hidup bersih dan sehat (PHBS) dan bahaya stunting.
Kegiatan yang mengusung tema “Penanggulangan Stunting dalam Upaya Mewujudkan Desa Sehat di Desa Sugian” ini diikuti 80 peserta. Mereka berasal dari siswa siswi SMP dan SMA, perangkat desa, kader, BPD, ketua perpustakaan keliling, ketua karang taruna, Polmas, dan Koramil.
Di sesi pertama, Azhar, pemateri dari KUA membahas penyebab dan dampak pernikahan usia dini. Menurutnya pernikahan dini dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya tingkat pendidikan orang tua yang rendah, sosial ekonomi keluarga, serta pergaulan bebas.
Azhar menyampaikan, berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.
“Pernikahan usia dini jelas tidak diakui oleh negara dan belum memiliki buku nikah yang dapat merugikan pihak perempuan karena tidak bisa mendapatkan hak waris sebab tidak memiliki buku nikah,” terang Azhar.
Sementara itu, Husein, pemateri dari puskesmas menjabarkan dampak pernikahan dini bagi anak yang dilahirkan. Di antaranya risiko kematian bayi lebih besar, bayi lahir dalam keadaan prematur, kurang gizi, dan anak berisiko terkena hambatan dan stunting.
“Perempuan yang melakukan pernikahan usia dini rentan mengalami pendarahan serta keguguran ketika hamil karena rahim mereka belum matang. Selain itu dapat meningkatkan risiko anak yang dilahirkan mengalami stunting,” ungkapnya.
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Ini ditandai dengan panjang atau tinggi badannya yang berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Anak-anak yang mengalami stunting memiliki ciri-ciri seperti memiliki tubuh yang lebih pendek dari anak sepantarannya, pertumbuhan lambat, wajah tampak lebih muda dari anak seusianya, pertumbuhan gigi terlambat, performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya, berat badan tidak naik dan cenderung menurun, perkembangan tubuh anak terhambat, dan anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.
Sosialisasi ini untuk mengurangi angka stunting dan meningkatkan wawasan masyarakat terutama remaja mengenai dampak stunting dan pernikahan dini. Diharapkan setelah kegiatan ini, masyarakat, terutama remaja dapat mengambil manfaatnya sehingga risiko stunting dapat diturunkan di wilayah Desa Sugian. (*/r1)