MATARAM—Unram menjalin kerja sama dengan Institut Teknologi Indonesia (ITI) dalam menyelenggarakan International Workshop and Training on Ciguatera Fish Poisoning (CFP). Kegiatan berlangsung tiga hari, 25-27 Januari, dengan Tema Membangun Kapasitas untuk Pemantauan Pesisir oleh Nelayan Lokal Skala Kecil.
Ketua Panitia Workshop Prof Suhendar I Sachoemar memaparkan, kegiatan ini ditujukan untuk mendiseminasikan teknologi. Juga guna meningkatkan kapasitas sumber daya masyarakat pesisir. Utamanya dalam pemantauan kondisi lingkungan perairan dan pemahaman bahaya ciguatera di wilayah pesisir. ”Kegiatan ini dilaksanakan dengan mengadop pengetahuan ilmiah dari North Pacific Marine Science Organization atau PICES yang dapat diterapkan di Indonesia untuk mendukung program pengelolaan sumber daya perikanan, pesisir dan kelautan,” terangnya.
Kegiatan juga bertujuan melaporkan hasil penelitian Tim Ciguatera di Gilli Trawangan dan menyampaikan beberapa materi terkait dari PICES. Beserta materi pelatihan tentang Teknologi Pemantauan Lingkungan Perairan Hydrocolor, Fish-GIS, Planktonscope dan atau Foldscope. ”Di dalam acara ini juga akan ditandatangani MoU dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan berbagai lembaga dan perguruan tinggi,” jelas dia.
Rektor ITI Marzan A Iskandar menjelaskan, Ciguatera Fish Poisoning (CFP) merupakan salah satu jenis keracunan pada manusia. ”Ini sebagai akibat mengonsumsi ikan-ikan karang yang telah terkontaminasi ciguatoksin. Berasal dari sejenis organisme sel tunggal, yang hidup dalam mikroalga yang banyak tumbuh pada karang mati,” terangnya.
Karenanya, kerja sama penelitian ini sangat penting, dan dilaksanakan dalam waktu yang tepat. ”Ini sangat bermanfaat untuk memberikan pengetahuan tentang bahaya Ciguatera Fish Poison, yang telah menjadi isu global ini,” jelas pria bergelar doktor ini.
Prof Bambang Hari Kusumo, rektor Unram berpesan masyarakat harus menjaga lingkungan. Terutama terumbu karang dari kerusakan, untuk mencegah munculnya penyakit ciguatera tersebut. ”Hindari illegal fishing, juga tempat untuk menyandarkan kapal itu tidak boleh sembarangan harus kita tata dengan baik. Kemudian jangan sampai muncul kembali budaya mengambil terumbu karang untuk pembuatan kapur,” katanya.
Masyarakat yang di darat juga harus menjaga lingkungannya agar tidak mudah erosi. Karena jika daratan rusak maka lautannya pun akan terdampak. Guru besar Fakultas Pertanian Unram ini juga menekankan, berdasarkan penelitian tim peneliti 2020-2023, penyakit ciguatera sampai saat ini belum ditemukan di perairan NTB. ”Semua ikan di perairan NTB masih aman untuk dikonsumsi,” tegasnya.
Unram akan terus mendukung program tersebut. ”Dengan membentuk tim pendukung untuk memonitor dan menimalisir terjadinya kerusakan lingkungan,” pungkasnya.
Sekda NTB H Lalu Gita Ariadi mengatakan jika hasil dari workshop dan pelatihan internasional ini akan diolah kembali untuk menjadi kebijakan-kebijakan. (yun/r9/*)