Jumat, 9 Juni 2023
Jumat, 9 Juni 2023

Kerap Picu Kontroversi, Organisasi Guru Kompak Pelototi RUU Sisdiknas

MATARAM–Organisasi profesi guru terus menaruh perhatian terhadap Rancangan Undang-undangan (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

“Kami juga mengajak masyarakat, untuk sama-sama mencermati bagaimana perubahan yang ada di rancangan regulasi ini,” terang Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Mansur, pada Lombok Post, Minggu (28/8).

Karena sejak awal kemunculan RUU Sisdiknas ini menurutnya, kerap menimbulkan kontroversi, mengingat adanya perubahan mendasar di dalam sistem pendidikan nasional itu sendiri. “Misalnya di awal-awal kita masih ingat, tidak adanya istilah madrasah, yang kemudian menimbulkan riak-riak kecil di masyarakat, dan kementerian buruburu menyempurnakan,” ujarnya.

Menurut FSGI, RUU Sisdiknas memang harus ditelisik dengan hati-hati dan dipahami secara menyeluruh. Mengingat, tiga regulasi inti yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi diintegrasikan menjadi satu.

Di samping itu, dalam semangat membuat tatanan pendidikan nasional dalam satu payung hukum tersebut, FSGI juga melihat Kemendikbudrisrek tengah berusaha mendorong munculnya istilah pelajar bagi semua individu yang berusaha mengembangkan potensi diri pada semua jalur pendidikan, jenjang pendidikan, dan jenis pendidikan yang termuat Pasal 1 ayat 5.

“Meskipun masih nanggung karena pada ayat berikutnya, disebutkan bahwa mahasiswa adalah pelajar pada jenjang pendidikan tinggi, hal ini berarti sebutan pelajar tidak final seperti halnya sebutan pendidik,” terangnya.

Baca Juga :  FSGI Pertanyakan Transparansi Seleksi PPPK Guru 2022

“Di Pasal 7 yakni tenaga yang melaksanakan pendidikan untuk mengembangkan potensi pelajar, namun dalam pasal lain tetap menyebut dosen untuk perguruan tinggi,” sambung wakil kepala bidang kurikulum SMAN 1 Gunungsari, Lombok Barat ini.

Hal lain yang dapat dicermati dalam RUU Sisdiknas ini adalah adanya pemisahan tanggungjawab pada pelaksanaan wajib belajar. Sesuai pasal 7 ayat 1, pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyelenggarakan wajib belajar sesuai dengan kewenangannya.

Kemudian Wajib Belajar sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tersebut dijabarkan pada ayat berikutnya wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar, bagi warga negara yang berusia 6 tahun sampai 15 tahun diberlakukan secara nasional.

Sedangkan wajib belajar pada jenjang pendidikan menengah bagi warga negara yang berusia 16 tahun sampai18 tahun, diterapkan secara bertahap pada daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. “Ketentuan ini menunjukkan kebimbangan pemerintah, dalam menerapkan stataus wajib belajar secara nasional, dan hal-hal inilah yang harus dicermati oleh masyarakat kita,” pungkasnya.

Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Wilayah NTB Ermawanti mendorong Kemendikbudristek agar melibatkan insan pendidikan di tingkat daerah, dalam penyusunan RUU Sisdiknas. “Karena berbicara tentang regulasi tersebut, sama halnya dengan membuka gerbang pendidikan Indonesia. Di dalamnya mencakup berbagai macam komponen, mulai dari tujuan dan arah pendidikan Indonesia,” ujarnya.

Baca Juga :  Ummat Gelar Kolaborasi Internasional dengan Universitas di Malaysia

Sistem pendidikan nasional yang dibangun harus mampu menjamin pemerataan akses pendidikan kepada seluruh warga negara, menjamin mutu dan kualitas pendidikan secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Sehingga tidak ada kesenjangan di dalamnya. “Karena tujuannya seperti itu, maka menurut saya publik juga harus tahu dan harus dilibatkan dalam proses pembahasan regulasi ini,” jelas Erma.

Selain itu, sosialisasi harus menyentuh di level daerah, tingkat provinsi hingga kabupaten. Karena yang harus dipahami bersama, apabila masyarakat dilibatkan dari awal, tentu akan mempermudah pembahasan selanjutnya. Ini untuk mengantisipasi atau menghindari adanya kontroversi di kemudian hari, ketika regulasi tersebut tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat. “Bagaimana pun, yang akan melaksanakan aturan ini kedepannya kan di daerah, jadi mereka harus tahu, bagaimana seluk beluk pembahasannya,” ujarnya.

Di sisi lain, dalam pembahasan RUU Sisdiknas, Kemendikbudristek juga diminta untuk melibatkan organisasi profesi guru. “Diberikan fungsi yang lebih luas, dalam mengawal pendidikan di Indonesia,” tandasnya. (yun/r9)

 

 

Berita Terbaru

Paling Sering Dibaca

Subscribe for notification