SELONG-Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia pamer kekuatan di Selong, Lombok Timur. Mengerahkan ribuan pengurus, kader, simpatisan, dari berbagai penjuru NTB, berbondong-bondong, berkumpul, memadati lapangan Tugu. Acara tersebut dikemas dalam konsep Konsolidasi Kader Partai Gelora Indonesia.
Ketua Umum Anis Matta dan Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah secara bergiliran menyampaikan orasi politik di hadapan peserta yang hadir. Acara kolosal dengan dominasi warna biru itu berlangsung dari pukul 08.00 pagi hingga pukul 11.30.

Fahri Hamzah mengungkapkan rasa gembiranya melihat semangat peserta konsolidasi yang hadir. “Masih sekitar 11 bulan, tapi alhamdulillah penggalangan (massa) teman-teman relatif oke,” ujarnya dengan wajah semringah, kemarin (19/3).
Keberhasilan melakukan konsolidasi massa secara besar-besaran itu dinilai sebagai daftar catatan kesuksesan Gelora, khususnya di NTB dalam merintis tujuan menjadi salah satu kekuatan politik nasional. Setelah sebelumnya Fahri mendapat laporan, Gelora di NTB menjadi satu-satunya partai yang sukses melewati tahapan verifikasi faktual (verfak) tanpa perbaikan. “Setelah verifikasi faktual kita lolos tanpa perbaikan (di NTB), kita tunjukan massa, kader, simpatisan, yang aktif,” ujarnya.
Diungkapkan mantan anggota DPR RI yang dikenal vokal itu, konsolidasi ribuan massa di Selong, Lombok Timur itu sebagai wajah kekuatan politik Gelora di Dapil DPR RI pulau Lombok. Nantinya, Fahri berencana juga melakukan aksi penggalangan massa untuk Dapil DPR RI pulau Sumbawa. “Untuk satu Dapil saja seperti ini (yang hadir ribuan orang), jadi nanti akan ada juga di pulau Sumbawa (konsolidasi kader),” jelasnya.
Fahri mengatakan punya alasan tersendiri pamer kekuatan di Lombok Timur. “Kita tidak memilih ibu kota (Mataram, Red) tapi memilih Lombok Timur,” katanya.
Sekalipun tidak secara spesifik disebutkan, namun pemilihan lokasi Lombok Timur sepertinya ada kaitannya dengan strategi elite Gelora — yang notabene diisi eks politisi PKS — pernah berhasil membangun jejaring dan kekuatan politik di wilayah itu. Di samping alasan lainnya Lombok Timur merupakan kantong pemilih terbesar di NTB.
“Hal ini meyakinkan saya sebagai mantan anggota dewan di sini untuk percaya Partai Gelora bisa jadi pemenang Pemilu di NTB,” serunya.
Kritik Tajam Fahri ke Anggota DPR RI dari NTB
Sehari sebelumnya (18/3), Anis Matta dan Fahri Hamzah juga menghadiri serangkaian acara. Antara lain Bincang Hangat Bersama Pimpinan Media dan Peresmian kantor DPW Partai Gelora NTB.
Dalam acara Bincang Hangat Bersama Pimpinan Media dan Konsolidasi Kader, Fahri konsisten menyampaikan kritik tajamnya atas kinerja para anggota DPR RI asal NTB. Eks politisi PKS itu melihat kinerja anggota DPR RI asal NTB melenceng dari tugas dan fungsinya. “Sebab saya tahu, banyak anggota dewan saat ini, sama sekali tidak berjuang untuk NTB,” ungkapnya.
Para anggota DPR RI itu dianggap membangun pola pikir bahwasanya rakyat saat ini butuh dipenuhi kebutuhan logistiknya. Padahal, pola pikir semacam itu, bukan tugas dari Anggota DPR RI. “Yang hanya menganggap masyarakat itu hanya perlu makan, perlu nasi, yang sebenarnya itu bukan tugas legislatif,” kritiknya.
Dikatakan bahwa tugas dewan itu untuk melakukan pengawasan. Agar eksekutif (baca: pemerintah) dapat bekerja optimal meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Nah kalau legislatif ambil alih pekerjaan eksekutif, artinya dia sudah bekerja menjadi antek-antek eksekutif,” cetusnya.
Seharusnya dewan bekerja dengan melakukan fungsi kontrol. Sehingga eksekutif dapat dipaksa bekerja melayani rakyat secara luas. Bukan seperti yang terjadi kebanyakan saat ini di mana eksekutif dan legislatif, disebut bersekongkol mengorupsi uang negara.
“Anggota DPR RI bekerja sebagai penyalur Bansos!” kritiknya dengan suara tinggi.
Ungkap Alasan Tak Lagi Kritik Pemerintah
Fahri juga menjawab alasan mengapa belakangan, tidak lagi terdengar keras melakukan kritik terhadap pemerintah. Menurutnya kritik itu tugas dan fungsi anggota DPR. Mereka digaji untuk melakukan tugas dan fungsi kontrol terhadap kinerja eksekutif.
“Kita nggak boleh sebagai rakyat, mengambil alih pekerjaan (DPR mengkritik pemerintah), justru kita tunjuk orang-orang untuk duduk di DPR RI untuk mengawasi pemerintah,” jelasnya.
Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Begitu terpilih menjadi anggota DPR, banyak yang tidak menjalankan fungsi melakukan kontrol pada kinerja pemerintah. Padahal berbagai fasilitas telah diberikan agar para anggota dewan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
“Pekerjaan anggota dewan itu tinggi, diberikan perlindungan, diberikan hak imunitas, diberikan gaji, diberikan hak protokoler, untuk sejajar dengan pemerintah dan mengawasi pemerintah,” serunya.
Ia membandingkan dengan negara-negara maju di mana fungsi dewan optimal dalam melakukan kontrol terhadap kebijakan pemerintah. Sehingga begitu usai pemilu, rakyat kembali beraktivitas dengan mempercayakan pengawasan terhadap anggaran negara pada para wakil rakyat.
“Lah kok sekarang rakyat diminta ikut ngawasin, enak aja. Dia (dewan) makan gaji buta, kok kita rakyat diminta ngawasi,” cetusnya.
Ia mencontohkan bagaimana lemahnya kerja-kerja pengawasan dewan pada isu yang diletupkan Mahfud MD yang menyebut ada transaksi mencurigakan Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan. Kemudian membandingkan dengan kasus bailout Bank Century senilai Rp 6,7 triliun.
“Ingat kasus Century dulu hanya Rp 6,7 triliun, ribut dewannya ke mana-mana, sekarang ada (dugaan) penyimpangan, ratusan triliun anggota dewannya mingkem saja,” cetus calon wakil presiden dari Partai Gelora itu.
Anis Matta Ungkap Alasan Gelora Harus Menang
Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta mengatakan, Indonesia berpeluang menjadi negara superpower di tengah dinamika dan penguatan dunia. Situasi dunia yang saat ini terancam krisis yang sistemik akibat konflik geopolitik negara-negara besar yang melibatkan negara superpower seperti Amerika, Rusia, dan China.
Sementara, Indonesia ada dalam situasi dampak dari semua itu. “Anda mungkin tidak pernah mendengarkan peringatan dari elite partai politik, pimpinan partai politik, kita sedang menghadapi ancaman bencana yang besar tetapi kita tidak mengalami penyadaran,” ujarnya.
Partai Gelora ingin menempatkan diri sebagai pemberi peringatan. Sekaligus merupakan gerakan penyelamatan bagi bangsa Indonesia di tengah situasi krisis yang tidak satupun orang bisa memprediksi ujungnya.
Hal itulah yang disebut juga sebagai sebab Indonesia perlu menjadi negara superpower baru. Terutama lantaran konflik global yang dihiasi negara superpower yang ada. “Sekarang orang tidak percaya bahwa Indonesia bisa menjadi negara superpower baru. Tetapi kalau kita serius, insya Allah kita bisa. Jadi kalau Anda melihat situasi seperti ini dan agenda yang kita bangkitkan, inilah yang saya sebut sebagai arah baru Indonesia,” katanya. (zad/r2)