SELONG-Pengembangan destinasi wisata pantai Pink di Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru sampai saat ini masih terkendala oleh sistem pengelolaan lahan. Hal ini disampaikan oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) yang saat ini memiliki wewenang mengelola lahan kawasan hutan di sana.
“KTH di sini fokus pada tiga pengelolaan. Pertama pengelolaan lembaga, kedua lahan, dan ketiga usahanya. Namun yang baru berjalan lembaga dan lahan saja. Untuk usahanya belum,” kata Ketua KTH Kecamatan Jerowaru Ahmad Turmuzi pada awak media, kemarin (29/1).
Keterbatasan pengelolaan pada bidang usaha tersebut disebabkan oleh masih tumpang tindihnya pihak yang berhak mengelola lahan tersebut. Karena di sana ada pemerintah provinsi, perusahaan swasta, dan KTH sendiri.
Kelola usaha dikatakan sebagai aspek penting dalam mengembangkan wisata. Namun hal ini tidak bisa berjalan akibat dari masih belum jelasnya tidak bisa berjalan imbas dari pengelolaan yang tumpang tindih.
Selain itu, SK yang sudah terdaftar pada Rencana Kerja Tahunan (RKT) KTH menyebutkan pengelolaan lahan yang diberikan sejumlah 7,5 hektare. Namun kenyataannya yang dikelola atau diberikan wewenang pada KTH sebanyak 3,5 hektare saja.
Kata Turmuzi, sisanya merupakan wewenang perusahaan swasta dan sekitar 1,5 hektare dimainkan mafia tanah. “Jika sisa lahan tersebut dikelola tidak apa-apa. Namun ini kan sudah puluhan tahun seperti ini dibiarkan begitu saja,” jelasnya.
KTH Jerowaru sendiri sudah berusaha meminta hak pengelolaan tersebut melalui KPH kepada BPN. Namun tak pernah diterima dan selalu kalah dalam beberapa kali banding. Turmuzi berharap, setiaknya ia berharap lahan yang dikelola saat ini bertambah dari 3,5 hektare menjadi 5 hektare.
Salah satu yang ia sayangkan adalah Goa Jepang yang berada di kawasan tersebut. Lokasi salah tempat bersejarah yang dinilai memiliki daya tawar mahal pada wisatawan itu sampai saat ini dibiarkan begitu saja. Sebab lokasi tersebut di luar lahan yang menjadi wewenang pengelolaan KTH.
“Jika ada tambahan, tentu ada alasan bagi kami untuk mengoptimalkan potensi yang ada, tanpa memiliki ketakutan melanggar regulasi yang ada,” jelasnya. (tih/r5)