Selasa, 28 Maret 2023
Selasa, 28 Maret 2023

Amaq Haeriah, Warga Aikmel yang Hidup Sebatang Kara di Pondok Kecil

KEHIDUPAN masyarakat pedesaan yang guyub membuat Amaq Haeriah tak pernah sampai kelaparan. Namun hidup seorang diri di tempat yang tak layak terlihat tidak baik untuk kesehatannya yang sudah tua.

—-

Tak jauh dari rumah Inaq Ruhun, terdapat seorang lansia yang juga hidup di rumah tidak layak huni (RTLH) di Dusun Merembuk, Desa Aik Prapa, Kecamatan Aikmel. Namanya Amaq Haeriah, 64 tahun. Laki-laki yang sudah 30 tahun menduda itu hidup sebatang kara di pondok tua semi permanen. Tak ada kasur, apalagi ranjang. Ia tidur beralaskan tikar di ruangan pengap penuh debu.

Pondok itu berukuran 3,5×4,5 meter persegi. Ia membagi tempat itu menjadi tiga bagian. Bagian pertama adalah dapur, bagian kedua tempat tidur, dan bagian ketiga adalah tempat meletakkan piring.

Jangan berpikir semua itu tersusun rapi. Ruangan itu sangat berantakan. Di tempat tidurnya, puluhan baju kotor tergantung seperti pajangan pakaian pedagang emperan. “Tidak ada lemari. Begini sudah keadaannya,” kata Amaq Haeriah pada Lombok Post.

Baca Juga :  Angka Kemiskinan NTB Naik, Sekda Gita Malah Klaim sebagai Prestasi

Baju-baju kotor itu akan ia cuci ketika baju bersih yang bisa dipakai sudah tidak ada lagi. Ia menerangkan jika sudah menduda dan terbiasa hidup sebatang kara. Diminta menjelaskan lebih jauh tentang bagaimana ia bertahan seorang diri, Amaq Haeriah mengutip lagu Caca Handika berjudul Angka Satu.

“Masak-masa sendiri, makan sendiri, tidur sendiri. Seperti lagu itu sudah,” tuturnya.

Jika hujan angin, air akan merembes masuk ke dalam pondok tuanya. Amaq Haeriah mengatakan akan menepi dan membungkus tubuhnya dengan selimut. Ia menerangkan sudah terbiasa. Jika dilanda sakit, ia akan ke rumah anaknya.

Anaknya ada tiga. Semua sudah besar dan berkeluarga. Kehidupan rumah tangga Amaq Haeriah mulai goyah ketika ia harus pulang membawa utang dari Malaysia. Di Negeri Jiran itu ia tertangkap dan dipenjara selama 5 tahun karena berangkat ilegal. Untuk bisa pulang, ia harus mengeluarkan uang. Karena tak ada uang, terpaksa ia berutang. Jadi pulang dari Malaysia, bukannya untung, tapi malah “buntung”.

Baca Juga :  Pengerukan Kolam Labuh Dermaga Labuhan Haji Diduga Rugikan Negara Rp 9 M

Amaq Haeriah pun kemudian menjual tanahnya untuk melunasi utang. Sekarang, ia hanya bisa hidup dari kerja serabutan. Namun di usianya yang sudah senja, ia tak bisa berbuat banyak selain berharap pada anak-anaknya, dan kedermawanan keluarga dan tetangga di sekitarnya. Lelaki yang murah senyum itu mengatakan jika ia sudah cukup terbantu dengan bantuan yang diberikan oleh keluarga. (tih/r5)

Berita Terbaru

Paling Sering Dibaca

Enable Notifications OK No thanks