MATARAM—Partai Gelombang Rakyat (Gelora) menjadi satu-satunya partai non parlemen yang lolos verifikasi faktual tanpa ada perbaikan di NTB. Ketua DPW Gelora NTB Lalu Pahrurrozi menyebut, ini menunjukkan infrastruktur partainya cukup solid untuk menghadapi Pemilu 2024.
Gelora hadir untuk memberikan perbaikan sistem kepartaian di Indonesia yang dinilai cenderung sentralistik. Peran pimpinan partai dalam mengarahkan opini atau kebebasan berpikir kadernya juga masih dianggap terlalu tinggi.

“Sedikit-sedikit harus meminta petunjuk kepada ketua. Nah ini yang ingin kami perbaiki,” ujar Pahrurrozi saat menjadi narasumber Bincang Lombok Post yang disiarkan kanal Youtube Lombok Post.
Kegiatan kondosolidasi Gelora pada akhir Maret lalu di Lombok Timur merupakan pemanasan awal bagi struktur, kader dan bakal caleg. Pertemuan tersebut menambah keyakinan bahwa struktur dan bacaleg mereka bisa dimobilisasi.
“Kemenangan di Pemilu 2024 sudah ada gambaran. Semoga seiring berjalannya waktu, gambarannya makin jelas,” katanya.
Acara konsolidasi yang yang dihadiri Ketua Umum Gelora Anis Matta dengan massa dalam jumlah besar ini menurutnya juga berhasil memicu antusias dari berbagai lapisan masyarakat. Mereka tertarik ingin lebih mengetahui tentang Gelora. Banyak yang menyatakan secara terang-terangan bergabung dan sebagian minta dijaga kerahasiannya.
“Tinggal tunggu tanggal mainnya saja untuk itu,” ujarnya berteka-teki.
Pahrurrozi memastikan, konsolidasi serupa juga akan dilaksanakan di Pulau Sumbawa. Diharapkan sama-sama bisa memberi efek besar seperti kegiatan di Lombok.
Mengenai persepsi Partai Gelora mengambil ceruk suara dari nama besar PKS, Pahrurrozi menampiknya. Dia mencatat, dari 10 kabupaten/kota di NTB, kader dan pengurus yang merupakan mantan dari PKS hanya berada di 2 kabupaten/kota. Sementara di 8 kabupaten/kota murni pendatang baru di dunia perpolitikan.
Dari data ini dia menyimpulkan, secara komposisi struktur pengurus, Gelora tidak bisa dikatakan belahan dari PKS. Sementara di tingkatan konstituen, pengurus atau kader yang menemuinya sebagian besar mereka terafiliasi dengan Fahri Hamzah dan Gelora.
“Intinya kami tidak ingin berpijak di kenangan lama tapi ingin membuka sejarah baru dengan cita-cita yang jauh lebih besar,” ujarnya beretorika.
Pahrurrozi juga mengungkapkan berdasarkan penelitian yang akurat, party identity (partai ID) masyarakat Indonesia masih rendah. Hal ini menandakan tidak ada pihak atau partai politik manapun yang bisa mengklaim mengenai basis massanya. Afiliasi masyarakat saat ini lebih kepada figur.
Pahrurrozi memastikan, Partai Gelora lebih percaya kepada komposisi figur yang akan diambil dalam bacaleg. Mereka yang ditetapkan sebagai bacaleg akan lebih merepresentasikan warna tersebut bahwa mereka tidak lagi berada dalam bayang-bayang lama.
Menurutnya, ketokohan Fahri Hamzah masih memiliki daya pikat untuk Partai Gelora di NTB. Alasan beberapa orang yang menemuinya untuk bergabung dengan Gelora bahkan karena sosok mantan pentolan PKS tersebut.
“Jadi pesona Fahri Hamzah merupakan modal bagi kami tapi Gelora juga perlu menindaklanjutinya dengan langkah-langkah taktis,” ucapnya.
Hal yang juga perlu disadari, Gelora hadir untuk membangun institusi. Ada ide gagasan institusi partai politik dan institusi orang. “Kita selamanya tidak bisa berpegang pada orang, tapi perlu mendorongnya agar bisa menjadi sebagai sumber kekuatan membangun partai,” tandasnya. (ida/r2)